Bagian III

pshaconne
11 min readJan 10, 2025

--

️️ ️️

️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Entah sudah berapa banyak cairan alkohol yang mengisi lambungnya yang terasa begitu sesak kini, Samtala tidak peduli sama sekali. Selepas kepulangannya dari Lembah Alinka sore tadi, serta sempat-sempatnya ungkapan sebuah permintaan tergila yang pernah ia pinta dan tak terpuji itu pada Haneesa. Kini, Samtala lagi-lagi tak mampu tidur lebih awal. Walaupun, malam telah berlalu pergi dan waktu dini harilah yang tengah mengkudeta semesta. Beruntungnya, esok Samtala dapatkan waktu untuk beristirahat sejenak dari tugas-tugasnya, sebab fase Rut-nya akan ia luruhkan segera, agar tak datang di saat-saat yang genting di tengah menghadapi peperangan.

Malam lalu sudah jelas begitu buruk terjabarkan. Namun, malam ini malah jauh lebih buruk lagi. Sebab, kini ada beberapa botol minuman berkadar alkohol tinggi yang menemani kemelut batinnya seorang diri, dan lagi-lagi di balkon Istana. Bahkan, botol alkoholnya yang penuh masih tersisa satu lagi namun tak akan lama pastilah kan segera ia tandaskan tanpa sisa juga, seperti kawan-kawannya.

Ck! Minumlah ramuan peluruh Sam, bukannya alkohol!” Samtala, sontak mendongak dan menatap sengit pada sang empu yang tanpa tedeng aling-aling merampas botol terakhirnya.

“Diam lah Jay, aku tak butuh saran mu sama sekali! Kembalikan minumanku!” Lelaki yang sandang status sebagai seorang Epsilon (Guardian) itu selalu dibuat tak miliki harga diri jika berada di hadapan Samtala, saat tengah berada diluar masa tugas mereka. Sebab, walaupun pangkatnya jelas lebih tinggi dari Samtala namun, lelaki yang bernama Jayyandana itu hanyalah anak seorang Beta. Sedang Samtala adalah putra sang Alpha terdahulu, yang jikalau terjadi sesuatu pada sang Alpha pemimpin Clan saat ini, paman Samtala, maka sudah seharusnya Samtala lah yang kan ambil peran Kepemimpinan. Selain karena statusnya sebagai seorang anak Alpha dia pun kini tengah berposisi menjadi sang Jenderal utama.

“Kau sudah terlalu banyak minum, bedabah!”

“Jangan merecoki ku, Jay, jika tak mau ku pindahkan letak rahangmu!"

Huh ... apa ini ada hubungannya dengan tanda Mate-mu yang telah memudar?” Tanpa perlu ucap permisi, Jayyandana ikut serta duduk dihadapan Samtala.

“Bukan!”

“Jujur saja padaku, Sam, seperti biasanya” Sebab enggan loloskan botol alkohol itu kembali pada sang tuan, jadi Jayyandana lekas jajal minuman milik Samtala itu langsung dari botolnya, yang jelas saja langsung Samtala tusuk dengan tatapan tajamnya.

“Tidak! Bukan karena itu! Ais, kau benar-benar sangat menyebalkan!” Gerutunya.

“Tidak perlu mengelak. Lagi pula Byunaku pernah berkata kepadaku, saat Rama-ku kembali ke singgasana Selene. Jika sudah lewat dua purnama seseorang kehilangan Mate-nya, maka tanda Mate mereka akan memudar, lalu yang ditinggalkan akan terlupa pada aroma Pheromone pasangannya yang berpulang, lantas Pheromone insan lainnya dapat mereka hidu kembali. Itu yang kau rasakan saat ini kan? Karenanya kau sangat frustasi” Jayyandana menatap Samtala dengan tatapan yang jelasnya sangat sang empu benci, tatapan sendu yang mencoba mengasihaninya.

“Berhenti menatapku seperti itu, bajingan!”

“Sam, saat ini aku juga turut bersedih untukmu, kau pasti merasa sangat menderita sekarang kan?” Entahlah Samtala tak tahu harus berbicara mengunakan bahasa apalagi dengan Jayyandana yang begitu sok tahu ini. Bahkan, untuk menatap wajahnya yang tampak menyedihkan itu pun kian menambah beban pikirannya rasa-rasanya.

“Bukan, Jay! Bukan karena itu aku frustasi! Diam lah jika kau tak tahu apapun tentang ku!”

“Sam, kau boleh bersedih tapi jangan terlalu lama. Kami semua termasuk Putrimu sangat bergantung padamu saat ini”

Huh ... Bukan seperti itu! Aku sedang frustasi karena aku baru saja melakukan kesalahan, Jay. Tadi sore aku meminta seorang Phi untuk menemani masa Rut-ku” Tak ayal Jayyandana pun langsung terbatuk-batuk dengan tragis, sampai wajahnya merona padam, bahkan air mukanya pun tampak tengah sekarat kini.

“Kau ... uhuk-uhuk!” Jelas saja Jayyandana langsung terbatuk-batuk. Dia tersedak minuman berkadar alkohol tinggi yang tengah di tenggaknya, yang bahkan sangat selaras waktunya kala Samtala menuturkan hal gila itu.

“Jangan berlebihan begitu” Cerca Samtala enteng, seolah pengakuannya adalah hal yang sepele. Lengkap dengan tatapan datarnya yang berlagak tak berdosa.

“Brengsek, kau! Bukan berlebihan! Tapi kau mengatakannya tanpa aba-aba apalagi aku sedang minum. Lagi pula kehilangan Mate-mu tampakkan sangat berpengaruh besar untukmu ya? Sampai otakmu remuk dan mulai berpikir diluar nalar sekarang!”

“Bukan seperti itu! Arghhh ... Kepalaku mau pecah rasanya!”

“Pecahkan saja! Kau sudah terlalu gila dengan meminta seorang Phi untuk menemani Rut mu, itu terlalu lancang Sam! Kau pikir mereka yang berakhir menjadi seorang Phi dan berstatus lajang kembali akan dengan senang hati jika ditawari hal gila semacam itu oleh orang asing? Benar-benar konyol sekali kau ini!”

“Aku harus bagaimana? Dia terlalu indah Jay! Aku tidak ingin kehilangan dia lagi!”

“Sialan! Sungguh bajingan kau memang! Kemarin saja kau terlihat seperti mayat hidup saat mendapatkan kabar Istrimu sudah tiada dengan cara yang mengenaskan. Tapi lihatlah sekarang, kau baru kehilangan tanda Mate mu dan mampu hidu aroma Pheromone insan lainnya saja kau sudah dengan mudahnya jatuh cinta lagi. Sungguh bajingan kau, Sam. Huh ... bahkan kau sampai melakukan tindak segila itu?!”

“Bukan seperti itu, Jay! Dengarkan aku dulu! Apa kau ingat saat pertama kali aku bertemu Runa? Apa yang aku katakan padamu?”

“Kau bilang Runa memiliki saputangan rajut yang kau berikan sebagai salam perpisahan kalian dan Pheromone miliknya begitu kau kenalin. Seperti milik seseorang yang pernah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanmu”

“Benar, dan aku yakin kau tahu ini. Aroma apa yang mirip dengan Bunga Melati?”

“Bunga Tanjung?”

“Tepat. Dan yang harus kau tahu ... seseorang yang memiliki senyuman manis, serta sepasang netra rusa itu, dia ... nyatanya dia seorang lelaki, Jay! Dan Pheromone yang saat itu ku hidu adalah aroma Bunga Tanjung bukan Melati!”

“Apa maksudmu?”

“Aruna Resaya. Nama panggilan kecil Istriku memang Esaa, persis seperti nama kecil sosok penyelamat ku yang juga bernama Esaa, dan kebetulannya lagi, Istriku memiliki saputangan rajut itu” Samtala tampak menghela nafas panjang dan menggeram frustasi sebelum melanjutkan ceritanya kembali.

“Tapi, saat Saluna kami terlahir ... Runa baru mengakui satu hal yang tidak pernah aku sangka, Jay. Nyatanya saputangan yang dia miliki selama ini, memanglah saputangan rajut yang jelas-jelas kuberikan untuk malaikat penolong ku. Tapi ternyata Runa dapatkan dari seorang bocah laki-laki yang sudah mengorbankan dirinya untuk orang lain sekali lagi. Namun, kali ini untuk Runa, dia menyelamatkan Runa saat penyerangan Rogue diperbatasan Pratiwinta dan Raficha semakin marak terjadi dulu. Mungkin setelah menyelamatkanku dulu dia selamat dan kembali menolong orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri.”

“Apa? Jadi ... Runa membohongimu selama ini?”

“Ya benar ... tapi aku sudah memaafkannya dan berusaha melupakan persepsi bocah itu. Lagi pula Runa berkata kecil kemungkinan bocah itu selamat. Tapi, Jay … sayangnya takdir malah mempertemukan kita kembali saat ini, dengan kondisinya yang jauh dari kata layak untuk sosok sebaik dirinya”

“Apa, Phi itu? Tidak mungkin kan?”

“Ya ... Haneesa, seorang Phi yang mengasuh Saluna saat ini, dialah pemilik senyuman manis itu, lengkap dengan sepasang netra rusanya yang menawan dan Pheromone Bunga Tanjung”

“Oh Goddess ... ” Jayyandana yang mulai menyadari siapa sosok Phi bernama Haneesa yang kini Samtala maksud jelas terkejut luar biasa.

“Lalu, apa dia mengingat mu?”

“Tidak sama sekali. Kau tau, Jay ... kadang kala sosok se-malaikat dirinya harus menapaki ribuan ujian dalam hidup yang begitu memilukan. Dia harus berulang kali bergelut dengan maut, dan berulang kali kehilangan orang-orang yang dicintainya, sampai ... dia pun berkata telah mati rasa kini”

“Kau tidak berusaha menjelaskan kenangan di masalalu kalian?”

“Sudah, tapi percuma ... Selene dengan tega membuatnya kehilangan ingatannya setelah menyelamatkan Runa dulu”

“Jangan menyalahkan Moon Goddess. Pasti ada alasan mengapa itu semua terjadi, Sam”

“Tapi, Arghhh! Entahlah, aku lelah!”

Ekhem. Itu ... saat kau meminta hal gila itu, apa jawaban yang Phi itu berikan padamu?”

“Tidak ada jawaban apapun, dia hanya tertawa begitu manisnya, lalu menyuruhku kembali pulang” Jayyandana menatap Samtala hina saat sang empu mendadak mengerucutkan bibirnya tanda bersedih.

Huh ... Sudahlah, sebaiknya kau pulang kerumah Rut mu, kau tak perlu berada disekitar Istana jika Rut mu akan kau luruhkan. Takut-takut para pelayan tak berdosa kau ruda paksa secara bergilir disini nantinya, Ais!”

“Enyah kau brengsek!” Jayyandana lekas berlari tunggang langgang sampai menabrak daun pintu, untuk menghindari amukan Samtala yang begitu menggebu-gebu itu.

“Sial! Kenapa bumi ini malah berputar!” Gerutu Samtala seraya berusaha bangkit dari posisinya dan lekas kembali ke kamarnya di Istana itu untuk sementara waktu, sebelum esok hari ia harus segera kembali kerumah khusus masa Rut-nya.

Tak jadi masalah sebenarnya jikalau harus ia tuntaskan hasratnya seorang diri, lagipula semenjak Runa mengandung dulu, Samtala sudah tak pernah lagi merasakan kehangatan dari sebuah persenggamaan saat melalui masa Rut-nya.

Namun, kali ini jelasnya kan sangat berbeda, Samtala akan lebih menderita kala merelakan dirinya diremukkan hasratnya yang menggebu dan tak mampu terlampiaskan sampai kapanpun jua, sebab Mate-nya telah tiada.
️️ ️️

️️ ️️

️️ ️️

️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Tak hanya Samtala seorang yang tengah bermuram durja ditempatnya nyatanya. Sebab, disisi semesta yang lainnya kini pun Haneesa tengah bergelut dengan logika dan hasratnya. Jikalau esok Samtala akan dengan sengaja meluruhkan Rut-nya, berbeda lagi dengan Haneesa yang memang tepatnya hari esok ia akan mendapatkan Heat-nya.

Permintaan Samtala sore tadi memanglah terlalu lancang dan tidak pantas. Namun, Haneesa jelas terus terbayang sampai tidak sanggup terlelap tidur. Wlaupun tenaganya sudah hampir terkuras habis seluruhnya sekalipun, usai mencoba memberikan ASI-nya untuk Saluna yang bahkan menjadi kali pertamanya menyusui.

“Oh Moon Goddess apa-apa perasaan ini? Huh ... Kanendra, maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengkhianati cinta kita, tapi ... Heat ku selalu begitu menyakitkan selepas kepergianmu” Haneesa merasa begitu berdosa kini pada sosok Kanendra, mendiang suaminya. Sebab dirinya sempat bertekad tuk menyetujui permintaan Samtala saja.

Walaupun jelas-jelas ia begitu menolaknya, namun Wolf dalam dirinya tengah merintih begitu memilukan tiada henti, sejak sore tadi. Sisi dirinya yang lain begitu mendambakan Samtala tuk terhadir pada hari pelik penuh penyiksaan baginya itu.

Sebelumnya, sudah pernah ada yang memintanya seperti itu, bukan hanya satu orang saja bahkan hampir puluhan orang. Namun, entah mengapa baru kali ini Haneesa begitu kelimpungan usai menolak Samtala tanpa kata.

Lima tahun telah berlalu, sudah enam puluh bulan ia lalui masa Heat-nya yang begitu menyakitkan itu seorang diri, dan sebagai insan biasa yang selalu mengharapkan cinta kasih dan rasa sayang yang melimpah dari seseorang, jelas saja Haneesa tergiur dengan permintaan Samtala. Namun, sialnya hatinya masih ragu-ragu dan takut-takut jikalau ia sanggupi permintaan itu maka setelahnya ia akan terus bergantung pada sosok sang Zeta.

Tapi sepertinya tidak akan jadi masalah besar nantinya, mungkin saja? Sebab Samtala dan dirinya telah sama-sama kehilangan Mate mereka, dan keduanya pun sama-sama tak lagi miliki tanda Mate serta sudah mampu kembali menghidu aroma Pheromone insan lainnya. Namun, Haneesa masih benar-benar ragu, dan berharap jikalau rasa cintanya untuk sang mendiang suami masihlah utuh, agar pendirian tetap kukuh. Jadi, dirinya tak sampai terbujuk rayu, tuk dapat tawarkan hasrat yang telah menyakitinya selama puluhan bulan itu, dalam rengkuhan hangat seseorang seperti sang Zeta.

Lebih sialnya lagi, Pheromone Samtala yang sore tadi menyeruak membelai indera penciumannya tak mampu buat Haneesa berdalih, bahwasanya ia sangat amat sangat ingin sekali, jikalau jiwa submissive itu ter-ayomi oleh sang empu dengan penuh kasihnya.

“Moon Goddess, kau telah begitu banyak mengambil hak dan kebahagiaanku. Jadi tolong, kali ini jangan menguji ku lagi, apalagi dengan sosok seperti Samtala, ku mohon Selene” Setelah merapalkan permintaannya dengan penuh harap Haneesa kembali mencoba jemput lelapnya, netra rusanya yang bahkan entah sejak kapan berembun pekat itu lekas ia pejamkan erat dengan posisi tidur menyamping kanan dan telapak tangannya pun ia kepalkan dengan erat sampai buku-buku jarinya memutih.

Haneesa menangis lirih, pendam inginnya yang mungkin hanya akan berakhir menjadi angannya saja. Dalam gulita semesta yang masih bertahta meskipun tak akan lama Haneesa terus berjuang tuk terlelap tidur walaupun terucap kata hanya sejenak saja tak apa, agar esok kala Heat-nya tiba Haneesa tak harus berakhir begitu mengenaskannya, semoga saja.

️️ ️️

️️ ️️

️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Sebuah usapan lembut yang begitu penuh kasih dan sayang di surainya, buat sepasang netra rusa Haneesa yang baru saja dapat terpejam harus kembali merekah sempurna. Selaras dengan hal itu pula Pheromone dengan aroma Citrus yang begitu dikenalinya dengan baik dan telah begitu lama ia lupakan, juga telah begitu buruk ia rindukan, kini tiba-tiba saja kembali menginvasi indera penciumannya. Bahkan, terasa begitu pekat dan nyata.

Sepasang netra rusa Haneesa tak mampu berkelit, bahkan tanpa tedeng aling-aling langsung meluruhkan air matanya dengan mudahnya. Seolah kerinduan panjangnya itu akhirnya dapatkan temu yang entah hanya semu atau betulan nyata adanya.

“Apa kau ingat, saat kita menikah dulu? Aku harus menandai mu lebih dari tiga kali. Karena nyatanya kau terlahir dengan Fated-Mate, Esaa. Tapi, saat itu kau yang begitu muda tak mau memperdebatkan logika. Jadi, kau terus menyakinkan ku saat itu, bahwasanya kau telah relakan semuanya untukku dan berjanji akan selalu mencintaiku dengan utuh” Sosok itu terkekeh kecil entah mengapa, sebelum kembali melanjutkan ceritanya.

“Bahkan aku masih ingat jelas, setelah hari itu kau malah menangis sepanjang hari karena tanda ikatan kita begitu menyakitkan untukmu. Kau nyatanya dapatkan penghukuman dari Selene waktu itu, karena telah mengkhianati takdirmu, hanya demi diriku” Memory lampau itu kini ikut serta membaur diantara mereka, dan tengah berputar ulang secara beruntutan di benak Haneesa.

“Kau juga tidak mau lagi berhubungan denganku selama dua bulan lamanya setelah hari itu. Dan tak lama setelahnya kita mendapatkan kabar yang paling membahagiakan sepanjang kebersamaan kita setelahnya. Kita akan segera menyambut kelahiran Wolfie kita, saat itu” Entah terjebak mantra semagis apa, sampai Haneesa tak mampu berkutik sama sekali saat ini, walaupun dirinya sudah sangat ingin membalas pelukan hangat sang empu di tubuh ringkihnya itu.

“Haneesa ... kau tidak tercipta untukku. Kita sudah terlalu berani melawan takdir selama ini. Perpisahan dan kehilangan yang kita terima bukanlah ulah kekejaman semesta, melainkan sebuah penghukuman untuk kita, Haneesa” Haneesa lima tahun lalu mungkin akan langsung menyangkal pernyataan itu dengan lantang, namu Haneesa hari ini jelas saja sungkan berdalih sedikitpun akan kebenaran itu.

“Jadi kumohon, Haneesa ... lupakanlah aku, relakan kita yang tak mungkin menjadi satu yang utuh. Bahkan, sampai di kehidupan selanjutnya pun itu sangat mustahil” Haneesa kian terisak tangis di pelukan sang empu, bahkan ia pun mulai sesenggukan juga.

“Haneesa, aku tidak pernah menunggumu di keabadian ku ... Tapi, kau jangan khawatir ya, Wolfie kita aman bersamaku dan Fated-Mate ku saat ini. Fated-Mate ku juga telah berpulang bebera pekan lalu” Haneesa benar-benar ingin bersuara dan menyangkalnya kali ini, namun sayangnya lisannya seolah mati fungsi.

“Haneesa, hiduplah lebih lama. Temui Mate-mu, dan setialah hanya padanya bukan diriku”

“Haneesa, jangan ragu jikalau hatimu ingin dirimu terbebas. Lekas bawalah sepasang tungkai rusa mu itu tuk berlarian kemanapun kau mau. Sampai kau lelah dan tak mampu lagi melangkah, lantas sosok yang memang tercipta hanya untukmu itu pasti akan segera datang menghampiri mu, lalu menggendong mu tanpa mengeluh, dan membawa mu ke singgasananya tanpa syarat” Sebuah kecupan sayang yang bersinggah di keningnya dengan lembut, buat perasaan Haneesa hancur lebur. Seolah ia tahu jikalau itu adalah detik-detik terakhir dari pertemuan singkat mereka yang berharga.

“Hiduplah yang baik dan berbahagialah ... jangan takut aku terluka, sebab kita bukanlah untuk satu sama lain”

Haneesa sontak langsung terjaga dari mimpi memilukan itu, bahkan dirinya langsung menangis dengan begitu kerasnya tanpa memperdulikan keadaan disekitarnya. Haneesa, hanya ingin melampiaskan hancur lebur perasaannya itu dengan air mata.

“Kanendra, kenapa? Kenapa harus seperti ini! Arggggg!!!!”

“Haneesa, kau baik-baik saja?” Tanya sang empu penuh guratan kekhawatiran di wajahnya.

“Sam ... aku, aku, Samtala ... Aku ... ” Tanpa terfikir tuk ucapkan kata permisi, Haneesa lekas bangkit dan turun dari ranjangnya, lantas terjang keras tubuh tegap Samtala, kemudian rengkuh erat tubuh gagah sangwira itu dengan penuh ketakutan, seraya menangis pilu dan sesenggukan.

Shhh ... tenanglah, aku disini. Itu hanya bunga tidur, tidak akan ada yang bisa menyakitimu sekarang. Percayalah padaku” Samtala tahu bahwasanya dirinya terlampau lancang, sebab tanpa permisi langsung memasuki tenda Haneesa begitu saja. Namun, Samtala tidaklah dengan sengaja melakukannya, karena sebelumnya ia hanya berniat untuk menjumpai Putrinya, sebelum mengasingkan dirinya selama masa Rut-nya dan setelahnya jelas saja ia akan di sibuk dengan persiapan menuju medan perang.

Belum sempat Samtala jumpai Putrinya, tiba-tiba saja suara tangisan Haneesa mengusik rungunya, bahkan tanpa ia sadari nalurinya pun mendorongnya tuk lekas mendekat dan berusaha memberikan sang jelita sebuah perlindungan.

“Sam”

Shhh ... Aku disini, jangan takut lagi. Kau tidak sendirian lagi di semesta ini. Aku disini Haneesa” Samtala terus memeluk erat tubuh ringkih Haneesa yang bahkan tengah bergetar kini, seraya coba menenangkan tangisannya dengan kalimatnya. Persis seperti seorang Ayah yang dengan sabar menimang dan tenangkan tangisan Wolfie kecilnya.
️️ ️️
“Aku disini, jelitaku ... ”

--

--

pshaconne
pshaconne

Written by pshaconne

love yourself or let me loving you better than anyone.

No responses yet