Selepas keluar dari kamar mandi tubuh mungil sang jelita langsung tenggelam di dalam rengkuhan tubuh besar sang tuan yang tengah bertelanjang dada. Tanpa sempat membiarkan sang jelita mengenakan pakaiannya terlebih dahulu.
Namun tak apa juga, pikir sang jelita. Jadi keduanya tak perlu repot-repot menelanjangi diri satu sama lain lagi. Jadi tidak akan membuang-buang waktu percuma sebab dirinya hanya disewa untuk dua kali permainan saja.
Sang tuan yang memeluknya dari arah depan kini sudah sibuk mengendusi dan mengecupi seluruh bagian leher jenjang sang jelita namun tiada niatan tuk tahta kan rona merah di tiap sisinya.
Sang jelita yang meremang di posisinya hanya sanggup mendesah lirih seraya mendongakkan kepalanya lebih tinggi agar sang tuan lebih mudah menikmati area lehernya bahkan sampai bahu yang mana telah tersingkap dari balutan kain bathrobe.
“Emmh!” Sang jelita spontan mengalungkan kedua lengannya di bahu gagah sang tuan kala tubuh ringkihnya langsung di gendong koala oleh sang empu. Tatapan netra keduanya pun bertemu, mau tak mau keduanya saling mengunci intensi tatapan satu sama lain seolah urusan di duniawi tak ada lagi yang perlu keduanya pikirkan.
Tubuh ringkih Hikam mendarat sempurna di atas ranjang dalam kukungan kedua lengan besar sang tuan. Di posisi nya Hikam sedikit mendesah frustasi sebab sang tuan mulai kecupi seluruh bagian wajahnya tapi enggan kecup ranumnya semerta-merta kecupan sekilas pun tak ada.
Desahan sang jelita berlagu kala bathrobe yang ia kenakan terbuka dengan sendirinya sebab pergerakan keduanya yang gelisah. Hingga tubuh bagian bawahnya hampir telanjang sepenuhnya. Lantas di bawah sana vaginanya yang telah terumbar langsung di sapa dengan kejantanan sang tuan yang mulai mengeras walaupun masih tertutup kain celana.
Secara naluri kedua kaki sang jelita yang terbuka semakin lebar di antara tubuh sang tuan mulai bergerak naik lalu menyabuk di pinggang sang tuan seolah mengunci pergerakan sang empu. Lantas pinggul keduanya pun secara intuisi mulai bergerak abstrak hingga hasilkan gesekan-gesekan sensual yang cukup menyenangkan tuk di terima di inti tubuh keduanya.
Erangan frustasi Hikam ikut serta mengudara saat ranumnya lagi-lagi sang tuan lewati. Bibir sang tuan hanya sibuk memeta di seluruh wajah dan kembali turun ke area lehernya sebelum kemudian bersinggah di dadanya. Mengecup di segala sisi gundukan dadanya lantas melumat puncak dadanya di kedua sisi sama rata dengan lembut.
Tangan mungil sang jelita ikut serta bergerilya menggerayangi tiap inci tubuh kekar sang tuan. Dari perut naik ke dada. Bergerilya lagi menjadi semakin liar usap lengan juga pundaknya. Tak lupa ia tinggalkan pula sentuhan seduktif di leher sang tuan sebelum kemudian kembali bergerak naik ke arah tengkuknya. Lantas sang jelita raba-raba sensual di sana lalu ia meremas-remas rambut sang empu juga secara acak kemudian barulah ia sedikit menariknya ke arahnya agar sang tuan jadi semakin lahap menyusu di dadanya.
Dengan nafas yang tersengal-sengal dan wajah yang sepenuhnya merona Hikam kembali bertemu tatap dengan netra tajam tuannya yang baru usaikan aksi menyusu di dada sang jelita. Dalam tatapan yang saling mengunci, tanpa sang jelita sadari sang tuan telah berhasil tanggalkan celana formal dan dalaman nya sendiri.
“Joana …”. Ada sedikit rasa sesak yang Hikam rasakan di dadanya. Sebab saat ini tubuhnya kan dipakai hanya untuk sebuah objek semata. Sang tuan benar-benar tak miliki celah dipikirannya tuk biarkan siapa saja geser posisi dia yang tercinta baginya.
Namun tak apa. Lagipula kegiatan keduanya adalah sebuah simbiosis mutualisme semata. Hikam butuh uang dan sang tuan butuh pelampiasan.
“Mas …” Hikam membelai wajah sang tuan dengan tatapan yang kian menjadi sayu. Seolah terima lapangan dada jika dirinya dianggap orang lain oleh tuannya.
“Saya rindu. Joana …” Usai kalimat tersebut labium keduanya pun bertemu. Hanya sebuah kecupan panjang yang sepihak rasa lara dan rindunya. Namun sang jelita tetap menerimanya. Kemudian ia pejamkan kelopak matanya erat-erat kala air mata sang tuan mulai terjun bebas hingga mengenai wajah ayu sang jelita.
“Eumhh …” Lantas tak lama kemudian kecupan bibir sang tuan pun perlahan-lahan berubah menjadi sebuah lumatan di ranum mungil sang jelita. Yang mana dalam cumbuan itu terdapat jutaan rasa sakit yang sulit dijabarkan oleh kata-kata saja, namun Hikam tetap dapat memahaminya.
Kecupan sang tuan yang ragu-ragu melambangkan sebuah rasa luka-lara atas sebuah kehilangan yang pilu. Lumatannya yang beberapa kali terhenti sebab ada rasa rindu yang besar namun tak akan pernah dapatkan balasan. Hingga tempo yang beranjak jadi begitu terburu-buru dan tak sabar dalam belitan lidah sang tuan melambangkan adanya sebuah rasa penyesalan di sana. Tampaknya ada suatu hal yang masih mengganjal bagi sang tuan usai kepergian cintanya. Hingga begitu sulit baginya tuk lepas sosoknya dalam hidupnya.
Sang tuan tampaknya tengah menanggung dosa besar pada mendiang istrinya semasa hidupnya lalu.
“Emhh!” Sang jelita memekik keras. Sebab ia terlalu terlena dalam cumbuan bibir sang tuan beserta kedukaannya hingga tak sadar jika kejantanan sang tuan telah siap siaga menelusup ke dalam liang senggamanya.
Cumbuan bibir keduanya masih terus berlanjut. Pergerakan pinggul sang tuan juga ikut serta melaju dalam tempo yang lambat laun namun begitu tajam menghunus kedalam liang senggama sang jelita.
Sang jelita masih meringis di beberapa menit awal sebab liangnya belum terlalu basah dan kejantanan tuannya tak sebanding untuk ukuran liangnya. Namun mengingat perkataan sang tuan, sang jelita tidak boleh mengeluh. Jadi susah payah Hikam coba tuk menahan jeritannya kala sang tuan tiba-tiba mulai ambil tempo cepat tanpa aba-aba hingga liang senggamanya terasa sedikit panas kala di kawini dalam keadaan masih kering.
Ranum sang jelita sang tuan lumat dan sesap dengan brutal. Pinggul di bawah sana bahkan masih terus bergerak maju-mundur dengan cepat. Kepalanya penuh akan sosok mendiang sang istri. Ia kalap karena rasa rindu dan penyesalan yang saling bergelut di dalam pikirannya juga relung hatinya. Ia tidak peduli pada keadaan sekitar termasuk pada sang jelita yang liangnya terus kejantanannya rojok dalam keadaan kering tanpa persiapan.
Jika saat ini sang tuan menjadikannya sebuah objek, jadi boleh kan jika Hikam melakukannya juga?
Sebab liangnya tak kunjung basah, dan kejantanan sang tuan masih tiada kira-kira mengawini liangnya dengan kasar. Jadi Hikam berusaha tuk menggapai angannya sendiri agar ia kian bernafsu dan liangnya menjadi basah hingga tak akan sakit lagi kala dikawini paksa.
Batin Hikam rapalkan kata maaf berjuta-juta kali pada sang empu dan pemiliknya, kala di dalam pikirannya sang jelita menarik sosok Setta dalam imajinasinya.
Sebab … hanya ada sang empu saja yang bersinggah di pikirannya setiap saat, bahkan tanpa ia sadari. Belum lagi tubuh Regi dan Setta tampak cukup mirip dari postur dan bentuk ototnya. Hanya saja Hikam yakin jika sosok Setta kan berlaku lebih lembut padanya jika situasi seperti ini terjadi di antara mereka.
“Mas … ahh-hhh!” Cumbuan bibir keduanya terurai. Leher Hikam kembali sang tuan jelajahi dan Hikam pun lebih leluasa tuk mendesah.
Rojokan kejantanan sang tuan di liang senggamanya kini terasa lebih nikmat walaupun temponya masih begitu cepat dan tajam hingga telak titik manisnya terus saja di hantam berulang kali sampai kaki Hikam bergetar kecil.
Liang Hikam telah memproduksi cairan alaminya begitu banyak, kala bayangan tubuh Setta yang kemarin sore bertelanjang dada di pantai saat tengah bermain voli dengan Elion melintas di benaknya.
“Mas lagi-hhh di sana mas ahh!” Tubuh Hikam bergerak naik-turun dengan begitu cepat sampai suaranya sedikit kesusahan untuk mengudara. Sebuah bukti nyata jika sang tuan benar-benar mengawini liang senggamanya dengan kecepatan penuh hingga gelenyar kenikmatan terus menjalar dari dalam tubuh Hikam ke sekujur tubuhnya.
Regi menggeram rendah kala liang senggama Hikam mengetat beberapa kali. Lalu temponya bergerak kembali ia naikkan lebih cepat lagi sampai Hikam menjerit dan suara tamparan keras mengudara berulang kali. Pertemuan kulit antar kulit mereka yang lengket karena keringat hadirkan suara-suara intim yang begitu cabul dan menggairahkan tentunya. Belum lagi melodi desahan Hikam yang begitu merdu juga semakin vocal terdengar hingga memanjakan rungu sang tuan yang kini jadi semakin semangat merojokkan batang penisnya kedalam liang senggama sang jelita. Mengawini liang mungil itu sampai putihnya surga duniawi keduanya dapatkan.
Ragi berhenti bergerak, sejenak. Lalu ia segera bangkit dari posisinya yang semula tengah mengukung tubuh sang jelita. Telapak tangan besarnya langsung mencengkram kedua sisi pinggang ringkih sang jelita dengan kuat usai ia mengusap-usap sebuah tonjolan di perut bagian bawah sang jelita yang tengah menampakkan kejantanan yang telah berhasil menerobos ke dalam tubuh mungil itu begitu hingga dalam.
“Aa … mas ahh!” Rojokan penis Regi kembali berpacu dan bergerak kian semakin tajam mengoyak liang senggama sang jelita. Sebab sang tuan kini posisinya tengah berdiri menggunakan kedua lututnya lantas menarik pinggang Hikam naik sampai tubuh bagian bawah Hikam posisinya lebih tinggi dari punggung dan kepalanya.
“Eshhh mas … mas! ah-hhh!” Hikam mendesah riuh dengan kedua tangannya yang mencengkram sprei di samping kepalanya dengan kuat. Tubuhnya terguncang kuat. Kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri begitu cepat. Suara penyatuan basah dan brutal dari kelamin mereka pun mengudara dengan begitu lantang dan cabul sampai memenuhi seluruh ruangan tersebut.
“Ahhh sayang … emmmhh” Regi menatap penyatuan mereka. Ia begitu puas menikmati pemandangan liang mungil sang jelita yang melahap habis kejantanan besarnya yang terus bergerak keluar masuk dengan cepat merojiki liang vagina Hikam.
“Mas ahhh … mass engh!” Netra Hikam hampir tenggelam ranumnya yang bengkak kini koyak. Ia mengigit bibir bagian bawahnya begitu keras saat kepala kejantanan Regi mulai menyentuh mulut rahimnya.
Regi semakin kuat mencengkram pinggang Hikam bahkan sampai memerah. Kepalanya lantas mendongak tinggi kala pergerakan pinggulnya semakin tak manusiawi. Tubuh ringkih Hikam terpontang-panting bergerak naik-turun juga terombang-ambing ke kanan-kiri. Sang jelita begitu frustasi sekarang, liangnya begitu kelimpungan terima pergerakan lincah kejantanan sang tuan yang begitu handal mengawini liang senggamanya.
Geraman sang tuan semakin berlagu begitupun juga dengan desahan sang jelita. Keduanya benar-benar tengah berada di puncak birahinya lantas dengan cuma-cuma biarkan tubuh satu sama lain yang telah melebur menjadi satu itu semakin menyatu dengan erat dan lekat.
Suara becek dari liang senggama sang jelita yang tengah di kawini kejantanan tuannya semakin menjadi-jadi. Pantat sang jelita telah kembali menyentuh ranjang. Tubuh ringkihnya kembali di kukung. Ranum keduanya kembali bertemu lantas langsung bergerak tuk saling melumat dan menyesap begitu sensual dan sama tak sabarannya. Rojokan kejantanan sang tuan di liang senggama sang jelita semakin tak beraturan. Kaki Hikam kian terbuka lebar sang tuan pun langsung berselonjor kaki dan langsung menyentakkan pinggulnya dengan begitu kuat dan cepat sampai Hikam menjerit kelimpungan dalam bungkaman ranum sang tuan.
Penyatuan mereka begitu brutal hingga suara perkawinan kelamin keduanya menjadi yang paling riuh. Hikam lemas sekali. Badannya merinding setengah mati. Liangnya terus berkedut-kedut dan semakin basah. Walaupun jujur saja ia sedikit tersiksa di posisinya yang dihimpit sempurna oleh tubuh kekar tuannya namun Hikam tak bisa menampiknya. Jika tubuhnya begitu suka disetubuhi sang tuan saat ini.
Ciuman keduanya kembali terlepas Hikam pun jadi bebas mendesah “Mas, mas … ahhhh mas … ouh!” Ceruk leher Hikam disinggahi ranum sang tuan yang kini mulai berani menghisapnya dengan kuat. Tanpa memelankan temponya bergerak menyodok liang senggama sang jelita dengan kejantanannya tanpa jeda.
Peluh membasahi tubuh keduanya. Kenikmatan melimpahi diri satu sama lain. Persetubuhan mereka semakin temui hilal. Puncak putihnya surgawi sebentar lagi keduanya dapatkan.
Tangan Hikam bergerak gelisah meremas bahu bergantian dengan rambut di atas tengkuk sang tuan dengan serantangan. Tubuhnya terguncang kuat. Pahanya yang terbuka lebar kian terasa kebas begitupun liangnya dan juga perut bagian bawahnya.
Nafas Hikam semakin tersengal-sengal. Tangannya kembali meremas sprei di kedua sisi kepalanya. Ia begitu linglung sekarang didera kenikmatan yang berbeda lagi dari penyatuan yang sebelum-sebelumnya. Kelopak matanya kembali terpejam erat namun mulutnya kian menganga semakin lebar tuk mendesah dan mengalirkan saliva nya. Hikam benar-benar hilang kendali rasanya sebab jelas merasakan suatu kenikmatan. Ia begitu kelimpungan dan sungguh tak dapat menahan gelombang pelepasannya.
“Dekat … emhh sayang - aku … mau keluar-hhh ahh!” Mendengar rancuan sang tuan Hikam mencoba mempersempit liangan nya kembali agar kejantanan sang tuan terasa semakin kenikmatan.
Hingga tak lama kemudian tubuh keduanya pun mengejan di waktu yang bersamaan.
“Mas … ahhh!” Tubuh Hikam menggeliat gelisah saat sang tuan belum selesai dengan pelepasannya namun telah menarik kejantanan keluar dari liang senggamanya. Hingga cairan sperma sang tuan yang mengucur deras membasahi vagina Hikam yang merekah dengan rona yang begitu tampak.
Belum selesai didera kenikmatan sang jelita langsung diperintahkan kembali. “Menungging” Titah sang tuan mutlak. Namun sang jelita tetap bergerak memposisikan dirinya.
“Eshh … emh!” Hikam mendesah lirih dan menahan jeritannya kala pipi pantat nya terima tampar beberapa kali di kedua sisinya hingga nampak semakin merona.
Seraya mengocok kejantanannya sendiri sang tuan begitu menikmati penampakan tubuh Hikam yang menungging di hadapannya. Walaupun ada sedikit rasa kecewa di sudut hatinya sebab, walaupun suara Hikam semerdu mendiang istrinya dan sejujurnya Hikam lebih sempurna dari istrinya, sayangnya sosok Joana punya tubuh yang begitu berisi sedangkan Hikam sangat ringkih dan tampak sangat butuh perlindungan.
“Mas-hhh ssshhh ayo …” Kesadaran sang tuan berhasil Hikam tarik kembali dari lamunannya. Sebenarnya ia tidak ingin melakukan apa yang telah Diana larang sebelumnya, yakni berlaku binal. Akan tetapi mau bagaimana lagi? Pantatnya terasa panas terus di tampar dan di remas-remas asal sedangkan sang tuan hanya sibuk dalam lamunannya seorang.
Regi tampak memejamkan matanya sejenak lalu kembali bergerak diawali dengan menggesek-gesekkan kepala penisnya di antara liang vagina Hikam yang merekah hingga desahan merdu Hikam kembali mengisi rungunya.
Liang senggama Hikam sudah cukup basah jadi saat Regi menyentakkan kejantanannya kedalam liang senggamanya kembali dengan kasar Hikam tidak terlalu merasa kesakitan.
”Shhh mas … ahhh!” Sang jelita kembali meriuhkan desahannya. Pinggulnya ikut serta bergerak melawan pergerakan sang tuan. Penyatuan kelamin mereka temponya terlalu lambat kali ini namun tetap terasa nikmat sebab kepala kejantanan sang tuan langsung menerobos masuk hingga mencapai mulut rahim sang jelita, serta titik manisnya terus-menerus di gesek begitu nikmat oleh urat-urat kejantanan tuannya yang menonjol.
Pinggang ringkih Hikam kembali dicengkeram kuat. Regi kembali menaikkan temponya bergerak. Pantat Hikam terus bertabrakan dengan area pubis Regi yang memiliki bulu-bulu kemaluan yang cukup lebat. Perkawinan kelamin keduanya kembali terjadi begitu intim.
Hentakan tiap hentakan Hikam terima. Rojokan lambat dan tajam serta lembut namun begitu cepat Hikam rasakan dalam sewaktu-waktu yang kadang langsung berubah begitu cepat dan bringas.
Tiap pergerakan Regi selalu Hikam hadiahi desahan merdu. Hingga nafsu yang terus membakar diri keduanya semakin liar inginkan keintiman yang lebih sensual lagi.
“Mas … ahh!” Kedua tangan Hikam yang menyanggah berat badannya sedikit bergetar kala Regi mengukung tubuhnya namun satu tangannya bergerak di lipatan vagina bagian depannya. Lantas langsung bergerak cepat dan abstrak mengusak klitoris sang jelita.
“Shhh sayang … emh!” Regi terus menyentakkan pinggulnya kuat dan tajam sampai tubuh Hikam benar-benar tersungkur ke depan.
“Emhh! Emm …” Kepala Hikam tenggelam di bantal. Telapak tangan mencengkram sisi bantal dengan kuat. Tubuhnya kembali terhentak-hentak hebat. Liangnya kegelian setengah mati. Apalagi klitorisnya terus di gusak brutal. Hikam lagi-lagi kelimpungan sendiri.
Mereka bertahan di posisi tersebut beberapa menit sebelum kemudian Regi rengkuh tubuh ringkih Hikam. Lalu ia tarik untuk bangkit lalu ia posisikan agar berdiri dengan lututnya seperti dirinya. Hikam pasrah saja tubuhnya di bolak-balik seperti apa. Ia sudah sangat lemas sekarang.
“Shhh ahhh sayang … emhhh!” Suara geraman dan desahan sang tuan yang terdengar begitu rendah nadanya membuat Hikam semakin merinding. Apalagi sang tuan melakukannya di samping telinganya.
Sang tuan kembali bergerak begitu liar dan bringas dan Hikam hanya pasrah saja seraya terus mendesah. Tubuhnya bergetar kuay. Kakinya tak lagi sanggup bertahan di posisinya. Hikam meremas lengan Regi yang melintang di perut dan dadanya. Merengkuh tubuh begitu kuat sampai tubuh bagian depannya menyatu utuh dengan punggung Hikam.
Perkawinan kelamin keduanya kembali temui hilal namun hal tersebut juga alarm buruk bagi Hikam. “Mas! mas! ahh … mas-hhh!” Sebab sang tuan langsung bergerak semakin buas hingga liang Hikam mengetat sempurna menahan gejolak pelepasannya yang lagi-lagi akan hilang kendali.
“Eshhh … ahh … sayang. Emh!” Hikam memejamkan matanya erat-erat pergulatan panas keduanya dimenangkan oleh sang tuan tentunya. Sebab pelepasan Hikam kembali mengucur deras namun Regi belum berhenti bergerak dan ia kini malah semakin cepat mengawini liang senggama Hikam dengan kejantanannya yang telah membengkak dan siap lepas spermanya lagi.
“Mas … ahh gak kuat! mas ahh!” Pergerakan Regi benar-benar cepat kali ini. Bahkan desahan Hikam sampai terdengar berantakan. Liang senggamanya menyempit. Tubuhnya bergetar kuat. Kenikmatan yang Hikam terima begitu hebat hingga ia tidak tahan lagi, sebab ada gejolak lain yang timbul di dalam perutnya. Lagi-lagi Hikam hendak squirting. Tabiat Hikam saat tubuhnya dapatkan over simulation.
”Sebentar … sayang … sayang emhh!” Regi menyentakkan pinggulnya dengan kasar beberapa kali sebelum kemudian menyentak sangat kuat dan dalam lalu mendesahan panjang begitu lantang bersama dengan desahan Hikam juga ”Shhhh ahhh ….”
Tubuh Hikam bergidik beberapa kali saat cairan urinenya mengucur deras beriringan dengan sperma sang tuan yang kini benar-benar memenuhi rahimnya.
“Kerja bagus Hikam … saya puas main sama kamu” Ucap Regi seraya mengusap kedua lengan Hikam dengan lembut.
“Makasih mas …” Sahut Hikam lemah.
Setelahnya dengan perlahan-lahan Regi mulai melepaskan penyatuan mereka lalu merebahkan tubuh Hikam di bagian kasur yang masih kering.
“Semua yang ada di paper bag tadi buat kamu aja, itu semua masih baru kok. Dan ini tip tambah dari saya, tapi jangan bilang sama Diana” Regi meletakkan sebuah chek di atas meja. Lantas ia langsung berlalu ke kamar mandi tuk membersihkan dirinya meninggalkan Hikam tanpa pelukan ataupun ciuman perpisahan.
“Huh … baru kali ini aku merasa benar-benar seperti jalang” Monolog Hikam. Kala sosok tuannya usai bebersih diri kemudian meninggalkannya tanpa kata pamit.