Dua ;

pshaconne
4 min readJan 28, 2024

--

The original pic from pshaconne

Elion POV

Pagi ini mama memaksaku agar terbangun lebih pagi dan langsung bersiap untuk pergi tapi entah kemana mama tidak menjelaskannya dengan pasti.

Sekitar pukul delapan seusai sarapan, tiba-tiba seorang pria dewasa yang kira-kira usianya sama dengan papa datang menghampiri kami.

Pakaiannya sangat rapi dan ku lihat mobil yang dia bawa juga terlihat sangat mewah, walaupun aku tidak begitu tahu merknya tapi aku yakin jika mobilnya sangat mahal pembelian serta pajaknya.

Pria itu melangkah dengan pasti ke arah kami, netranya tiada jeda tuk menatap teduh, bibirnya pun tersenyum hangat dan ramah, lantas ia mengucapkan kata selamat pagi seraya mengusap lembut kepalaku terlebih dahulu, lalu barulah ku lihat pria itu tersenyum penuh rasa hormat pada mama bahkan ia juga mengusap lengan mama dengan penuh perhatian, seraya menanyakan apakah mama sudah cukup beristirahat semalam.

Jujur aku benci mengakuinya, jika sentuhannya terasa sangat nyaman tadi, penuh kehangatan dan kasih sayang, bahkan ia terlihat begitu mengasihi mama.

Dalam hati ku mulai mengeluh dan membandingkan perlakuannya dengan papa.

Sial, andai papa bisa berlaku selembut itu pada kami selama ini, pasti aku dan mama tidak akan berakhir disini, dijalan pelarian kami.

Sebab netra bulan jernih milik papa hanya bisa menatap kami dengan penuh amarah dan kebencian, telapak tangannya yang besar bahkan hanya bisa menyakiti fisik kami seolah tak sudi jika barang sekalipun coba beri afeksi yang terasa menenangkan bagi kami.

Lantas dibandingkan harus tersenyum hangat dan ramah kepada kami walaupun seutas garis pun, papa lebih suka mencaci maki kami, merendahkan kami, menyalahkan kami, hingga luka batin dan mental itu terbentuk sedemikian rupa di hati dan pikiran kami, aku dan mama.

Disini aku tidak akan menerka-nerka, apa status mama dan pria yang harus ku panggil Om Setta itu, usiaku cukup legal untuk mengetahui apa pekerjaan mama, aku juga tidak sepolos itu untuk pura-pura dungu jika Om Setta adalah client mama.

Hanya saja, ada hal yang sedikit mengganjal di hatiku …

Sebab seharian ini, saat bersama Om Setta, mama seolah tiada niat tuk menjeda senyumannya, bahkan tawanya yang merdu kembali menyapa runguku usai bertahun-tahun berlalu.

Dan aku juga baru menyadarinya, jika mama sangat cantik sekali saat dia tersenyum dan tertawa.

Mamaku sempurna, dia sangat cantik, manis, dan indah jelita.

Aku yakin, jika diibaratkan dengan bunga mama akan menjadi salah satu yang paling di gemari kumbang - kumbang pastinya, jelas tak akan rugi sama sekali andai sedari lama mama memilih untuk meninggalkan laki-laki sakit jiwa seperti papa menurutku.

Jadi … kenapa mama mau bertahan menjadi bahan pelampiasan papa selama ini? Mengapa tak dari dulu saja mama cari kebahagiaannya sendiri?

Tapi ku rasa jawabannya cuma satu. Sebab diriku. Sialan.

Mama selalu berkata maaf kepadaku, sebab aku terlahir dari sosoknya yang tak bisa memberi banyak hal, mama hanya tidak sadar jika diriku adalah anak paling beruntung di dunia ini sebab memiliki mama sekuat dia.

Masa kecil mama hingga masa remajanya selalu di kekang dulu, jangankan hendak bermain dengan teman sebayanya tuk menikmati masa kecil atau masa mudanya, tugas sekolahnya yang berkelompok saja bahkan harus di kerjakannya dengan batas waktu.

Mama di tuntut harus selalu bisa di seluruh materi pembelajaran di sekolahnya, agar bisa mendapat ranking dan jadi kebanggaan sekolah, memaksanya agar naik ke nomor satu walaupun mama jelasnya hanya mampu di nomor tiga atau dua.

Lantas baru selesai dengan pendidikannya mama di paksa tuk terima perjodohan tanpa dasar cinta, lalu berusaha seorang diri tuk mempertahankan hubungan pernikahannya yang bahkan tak dapat janjikan masa depan apapun demi seorang anak seperti ku yang bahkan sudah banyak habiskan tabungan pribadi mama hanya untuk pengobatan ginjalku yang sebenernya lengkap namun tak berfungsi salah satunya ini. Sialan bukan?

Jika berbicara tentang kebahagiaan mama …

Rasa-rasanya tidak ada sama sekali di dalam daftar pernah kami selama ini, mama hanya bisa menderita seorang diri, lalu melampiaskannya pada dirinya sendiri, dan kemudian menyalahkan dirinya sendiri, mama selalu hidup dengan rasa putus asa namun tak bisa menyerah sebab tuhan menitipkan benalu sepertiku.

Dan hari ini … mama terlihat bahagia sekali.

Semesta … aku tahu ini egois sekali dan aku yakin Om Setta itu punya keluarga cemaranya sendiri, tapi … bolehkah aku memintanya? Memintanya untuk mamaku saja? Tidak bisakah?

Sial. Aku rasanya ingin bersimpuh sampai terlunta-lunta dan tak berdaya, memohon sepenuh hati dan jiwa raga hingga bertaruh nyawa jika perlu, entah pada tuhan yang mana saja yang kan sudi tuk dengarkan pintaku dan kabulkannya sekarang juga.

Tuhanjika kebahagiaan mamaku adalah Om Setta, ku mohon berikan saja.

Mamaku sudah banyak menderita selama ini.

Jadi, tidak bisakah kau ikhlaskan yang ini untuk mama?

Kali ini saja, tolong.

--

--

pshaconne
pshaconne

Written by pshaconne

love yourself or let me loving you better than anyone.

No responses yet