pshaconne
4 min readAug 31, 2024

dua puluh satu ;

Sebagaimana janji yang pernah keduanya ikrarkan bersama dengan tegasnya dulu, dimasa muda, yang juga disertai rasa kesanggupan tuk memenuhinya dengan penuh tanggung jawab.

Tepat di hari keenam atau hari terakhir pada hari kerja, dua jejaka itu kembali duduk bersanding di penghujung senja yang bernuansa jingga tanpa sekat pemisah dan tanpa hadirnya seorang insan pengacau pun di sana, sungguh itu adalah kali pertama jarak keduanya sedekat itu usai setahun berlalu, keduanya harus pisah paksa.

“Ravana sudah! Perutku kram ini!”

“Maaf astaga maafkan aku jelitaku”

Suara gelak tawa keduanya yang tercipta dari kelakar jenaka sangwira menggema lantang mengisi rungu tanpa belenggu, seolah-olah keduanya adalah sepasang insan kekasih hati yang ditakdirkan bersama dan kan segera miliki sosok buah hati tercinta bagi sang Ayah - Ibu, padahal kenyataannya lebih pahit dari cita rasa sang maja.

“Hah … senangnya melihatmu tertawa lepas dengan cara yang sederhana” Celetuk sangwira, seraya perlahan-lahan mulai merebahkan daksanya di atas rerumputan hijau yang masih terasa hangat, tanda bukti sang surya melakukan tugasnya dengan baik.

“Tapi perutku lumayan kram asal kau tau!” Sang jelita mulai ikut serta merebahkan daksanya, namun alih-alih langsung membumi dia pilih singgahkan punggung atasnya sampai area kepalanya di atas perut kekar sangwira.

“Hasyinta kau tau kisah Apolo dan Dafne?” Ujar sangwira, seraya menyamankan posisinya, dengan menggunakan lengan kirinya sebagai bantalan kepalanya dan telapak tangan kanannya sangwira bawa tuk membelai perut buncit sang jelita.

“Tidak, ayo ceritakan. Aku penasaran”

“Setelah kisah Apolo dan Koronis. Apolo bertemu dengan Dafne, peri yang sangat cantik, di dalam sebuah hutan. Dafne adalah putri dewa sungai. Akan tetapi gadis itu selalu melarikan diri apabila sang dewa mendekat.

Setelah itu sang dewa mengadakan pengejaran terhadap sang peri. Saat gadis itu akhirnya kehabisan tenaga dan menyadari bahwa walaupun dia mengerahkan segala tenaganya, pengejarnya kian mendekat juga. Jadi dengan cepat dia menuju ke pinggir sungai Ayahnya dan meminta perlindungan.

Sesampainya di pinggir tepian dia seakan-akan merasa kaki-kakinya tertancap dan berakar di tanah. Kulit kayu yang kasar melingkari sekujur tubuhnya sedangkan tangan-tangannya tertutup oleh daun-daunan. Untuk memberi perlindungan ayahnya telah mengubahnya menjadi pohon.

Setelah Apolo menyadari hal ini dia menetapkan pohon tersebut pohon laureat semenjak itu harus diakui sebagai pohon yang daun-daunnya mesti dijadikan karangan, hadiah bagi para penyair dan penyanyi.

Kisah Apolo dan Dafne selalu dijadikan perumpamaan pengaruh matahari (Apolo) terhadap embun (Dafne). Matahari terpesona oleh keindahan embun dan ingin melihat lebih dekat. Tapi embun takut akan nafsu penggiurnya, lalu lari dan pada saat tersentuh oleh nafas hangat, ia menghilang. Hanya kehijauanlah yang tampak pada bekas tempat ia berkilauan dalam kemurnian sesaat sebelumnya”.

“Astaga, padahal dia bisa menolaknya dengan sopan kan?”

“Tapi walaupun ditolak, Apolo sang Baskara akan tetap mencintai Dafne sang Embun”

“Mengapa?”

“Sungguh mustahil jikalau sang Baskara tak jatuh cinta pada sang Embun yang begitu Jelita, walau sampai kapanpun sang Embun kan tetap memilih menghabiskan waktunya sepanjang malam dengan sang Chandra, ketimbang harinya bersama sang Baskara”

“Tapi kini kau tak lagi bagaikan sang baskara yang kekal, Ravana, akupun bukan sang embun yang kan meninggalkanmu jika miliki kesempatan temu kembali. Aku hanya insan biasa yang tenggelam dalam salah kaprah ku, pemahaman yang bahkan belum sempat kau jelaskan kala itu” Adu sang jelita seraya menangis dan bersimpuh di hadapan sangwira.

“Ravana, Ramajakanta meragukan ku sejak aku kembali dalam keadaan mengandung. Aku tak apa jika dia menuduhku rendahan hari itu, sungguh, tapi aku benar-benar tak rela dengar cemoohannya untukmu. Kau bukan bajingan yang brengsek, walaupun sudah nekat menyekap ku, sebab kau tak pernah menyentuhku sama sekali selain hari itu, saat kau membawaku ke tempat paling berharga kita di masa remaja dulu, itu pun bukan sentuhan dosa, Ravana, tapi Ramajakanta tetap murka, dia memukulku sampai membuat ku harus kehilangan buah hatiku, yang mana walaupun dia bukan milikmu tapi dulu selalu kau jaga dengan sepenuh hati” Tangisan sang jelita kian tersedu-sedu sampai tubuhnya bergetar hebat.

“Setelah hari itu aku pun tau, kau tak pernah khianatiku. Kau benar-benar mencintaiku, bahkan Jinan berkata tak pernah kau sentuh entah daksa ataupun hatinya, juga buah hatinya itu … dia milik Ramajakanta, bukan milikmu”

“Cintamu padaku semegah itu, kau telah berikan semesta dan seluruh isinya untukku, seorang. Kau perlakukan ku bak Dewi, yang hanya satu tuk selalu dipuja-puji, yang begitu agung tuk selalu kau hormati, juga selalu kau jaga dengan penuh tanggung jawab”

“Ravana, aku menyesal mendorong mu pergi, tuding cintamu hanya fana, dan ungkit perlakuanmu hanya obsesi. Kini aku sadar Ravana, jadi tidak bisakah - tidak bisakah kau kembali?”

“Mengapa? Mengapa harus akhir seperti ini Ravana? Aku marah! Kali ini aku benar-benar marah padamu … mengapa kau biarkan bumi ini memeluk ragamu, dan biarkan sukmamu tinggal bersama bidadari-bidadari di surga? Mengapa Ravana? Mengapa!!!!!!”

Sang jelita langsung memeluk erat sangwira, nisannya, kala rinai hujan membumi dengan cara yang begitu tragis, membasahi serta daksa ringkih sang jelita yang layu sebab harus terima kenyataan, bahwasanya di alenia terakhir kisah mereka ia harus merelakan sangwira pergi dari sisinya lagi, dan yang kali ini untuk selama-lamanya.

Sangwira nekat tenggak racun yang reaksinya tak kalah cepat dengan kilatan cahaya.

Hari itu, hari dimana jelitanya pulang ke rumahnya, sangwira langsung pilih pulang juga, namun ke pangkuan tuhannya, bersama rasa cintanya yang begitu agung untuk sang jelita seorang, yang kini hanya mampu menangis pilu sampai air matanya habis, tanpa mampu tawarkan dukanya, patah hatinya dan kehilangannya yang begitu menyakitkan.

pshaconne
pshaconne

Written by pshaconne

love yourself or let me loving you better than anyone.

No responses yet