️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Dikala hari mulai berganti, tenang malam lalu tak sanggup tawarkan gundah hati sang jelita yang kan berlangsung lebih lama kali ini, bahkan usai ia bertukar kabar jenaka dengan Setta, pria baik hati yang menangis pilu sampai pukul dua pagi dipeluknya kemarin.
Sebab sore ini, ia harus benar-benar bekerja sebagaimana mestinya, menjadi sang bunga ranjang yang hanya akan diperah sarinya tanpa ingin merawat lebih lama.
️️Seraya menatap penuh kasih pada buah hatinya yang kini makan dengan lahapnya sore ini, sang jelita mulai menerka-nerka,
Apakah semakin lama cara pandangnya akan berubah padanya?
Apakah rasa sayangnya akan berkurang?
Apakah semakin lama waktu berlalu, kerja kerasnya malah buat sangwira enggan bersamanya lagi?
“Mama katanya bentar lagi kerja? Kok gak dimakan makanannya?”
Lamunan panjang sang jelita langsung sirna begitu saja, saat sangwira menegurnya yang belum menyentuh makanannya sama sekali.
“Mama seneng, liat El makan lahap”
“Ya mama juga makan lah, mama harus makan, biar ada tenaga dan biar gak loyo pas kerja”
Sang jelita sontak tersenyum semakin lebar dengar sangwira mengingatkannya, seolah-olah dialah orang dewasanya disini.
“Iya, ini mama makan”
Percakapan kecil itu mampu buat sang jelita mengalihkan pikiran buruknya, dengan segera ia ikut serta menikmati makanannya kali ini,
Lagipula uang yang ia pergunakan untuk membeli makan dari sarapan dan makan siang juga sere hari ini berasal dari Setta, bukan uang yang ia peroleh dari menyerahkan tubuhnya pada orang asing,
Ya … meskipun tidak tahu hari untuk esoknya bagaimana.
️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Gemerlapnya dunia malam di berbagai belahan dunia hampir setiap malamnya terasa begitu menggoda bagi para insan - sang penikmat hiruk pikuk dunia malam.
Terkecuali di hari-hari tertentu yang begitu dihormati oleh umat beragama yang jelas berbeda-beda adanya.
Seperti tiada habisnya rasanya, waktu yang perlu dihabiskan jika hanya untuk bersenang-senang saja saat malam menyapa.
Setengah dari waktu dua puluh empat jam di waktu malam yang kan berlalu sudah semestinya kan terasa sangat singkat, tatkala harus dilewati di tempat-tempat yang mempesona dan memanjakan netra.
Terutama di salah satu pulau yang di gadang-gadang sebagai bagian dari negeri Atlantis yang hilang ini. Pulau Dewata.
Julukan yang disematkan itu tampaknya memang sangat pas bagi pulau Dewata yang memiliki jutaan pesona elok di setiap sudut luas wilayahnya membentang.
Jelas saja, sebab hampir di setiap sudutnya sang pulau Dewata terpahat begitu indah nan ayu mempesona.
Tak hanya di waktu fajar menyapa dan tengah hari, ataupun dikala senja bahkan sampai petang datang usai matahari tenggelam di ujung barat, Pulau Dewata selalu berkesan penuh akan keindahan.
Dikala waktu malam menyapa, beberapa cafe, resto, bar dan club malam berbintang di bagian selatan pulau Dewata, yang dikenal dengan nama Kuta dan Nusa Dua telah menjadi salah satu primadona terbaik di seluruh bagian pulau Dewata bagi sang insan penikmat destinasi malam, bahkan juga telah menjadi primadona di mata dunia, sebab tempat-tempat di sana mayoritas memiliki view pantai yang indah.
Selain pesonanya, keramahan penduduk pulau Dewata pun menjadi salah satu hal yang membuatnya menjadi tempat yang begitu diincar oleh berbagai kalangan yang mayoritas berasal dari luar pulau bahkan mancanegara, sebab mereka merasa diterima dengan baik oleh penduduk disana tanpa khawatir akan di cerca sedemikian rupa.
Dan selain sebagai tempat singgah tuk lepas penat, pulau Dewata juga menjadi tempat sarana mencari kepingan uang untuk dapat menyambung hidup, dari yang legal maupun ilegal.
️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Malam ini suasana di salah satu club malam kelas atas di daerah Kuta, dipenuhi gemerlap cahaya warna-warni yang tampak sangat indah meliuk-liuk kan cahayanya, serta bergerak gemulai menari-nari anggun menyoroti setiap sudut ruangan club malam yang memiliki view pantai tersebut, Night Beach club.
Tempat itu jelas di lebeli kata indah, bagi para insan yang sangat gemari suasana riuh penuh pengunjung dengan iringan suara instrumen music EDM yang begitu keras menggema sampai memekakkan telinga, pun hingga hapus melodi damai menenangkan dari debur ombak yang menghantam batu karang.
Dan malam ini sang raja yang bertahta semalam penuh di sana adalah Arjuna Yunanda.
Juna menyewa beach club itu sepenuhnya, sebab sang pengusaha tambang batu bara itu kini tengah merayakan ulang tahunnya tepat yang ke empat puluh satu tahun, untuk kali pertamanya di pulau Dewata, sebab ia berasal dari luar pulau.
Pria berbahu lebar tersebut malam ini tampak sangat tampan dengan celana kain formalnya yang dipadukan dengan t-shirt putih polos sederhana, yang mana, jika orang awam tahu harganya bisa langsung melompong tak percaya, sebab harganya setara dengan sebuah kendaraan mewah.
Bahu lebar Juna tampak semakin gagah, kala tubuhnya juga diberi sentuhan pelengkap sebuah tuxedo hitam mewah elegan yang berwarna senada dengan celana kainnya yang sama-sama berwarna hitam pekat.
Pria itu sungguh mempesona malam ini.
Namun selama acara perayaan ulang tahunnya itu berlangsung tidak ada hal yang begitu istimewa baginya.
Sebab anggota keluarganya tak satupun bisa hadir di sana, selain karena ia memilih untuk merayakannya jauh dari rumah, lagipula kedua orang tuanya telah lama berpulang ke pangkuan Tuhan, sedangkan putri semata wayangnya yang berusia tujuh belas tahun itu dan istri sahnya, kini tengah berada jauh dari sisinya, bahkan juga jauh dari rumah.
Anak dan istrinya itu lebih memilih untuk pergi menghadiri acara fashion dunia di negeri orang daripada harus ikut serta merayakan hari ulang tahunnya, dalihnya sederhana bagi mereka, empat puluh satu tahun sudah terlalu tua untuk Juna merayakanbya.
Padahal sebenarnya, Juna selalu merayakan hari ulang tahunnya itu sebagai rasa terima kasihnya, karena kedua orang tuanya telah membawanya ke semesta ini tepat pada tanggal 9 Februari masa itu.
Namun apa mau di kata? Lagipula Juna tidak pandai memaksakan kehendaknya pada wanita tercintanya dan putri semata wayangnya yang tersayang itu, meskipun tingkah laku keduanya tidak menunjukkan hal yang sama seperti apa yang Juna rasakan terhadap mereka.
Dan pada akhirnya acara ulang tahunnya malam ini hanya dihadiri oleh rekan-rekan bisnisnya serta beberapa wanita nan lelaki penghibur yang tampak jauh lebih membosankan lagi untuk Juna tatap, mereka terlalu gemulai juga merendah, tak ada hasrat bagi Juna untuk meladeni mereka.
Pribadi Juna sebenarnya sangat lembut, ia pria baik hati yang memiliki pembawaan diri yang tegas namun penuh kasih, Juna adalah figur seorang Ayah dan suami yang sangat bertanggung jawab sebenarnya.
Namun sayangnya ketulusannya selalu disepelekan begitu saja oleh dua yang tercinta — dua yang kan menjadi satu bagian yang utuh bagi hatinya.
Sampai pada akhirnya Juna pun perlahan-lahan mulai berubah, kini ia menjadi sosok yang lebih pendiam, hobby menenggak minuman berkadar alkohol tinggi ketimbang kafein dan jus buah sehat seperti dulu.
Bahkan ia kembali ke masa mudanya, hisap nikotin tanpa henti serta jelajahi peliknya dunia malam, pun sampai kini, tepat di hari ulang tahunnya yang ke empat puluh satu tahun ini, ia mulai coba-coba membayar mahal untuk jasa seseorang yang bersedia mem-prostitusi kan dirinya untuknya.
“Jadi pesen LC?” (Lady Companion).
Tanya seorang pria yang tengah menepuk bahu Juna dari arah samping, yang mana sang empu kini juga mulai merasa bosan di sana, usai acara utama berlalu.
“Purel” (Pelacur). Sahut Juna sangat singkat.
“Mana?” Tanya sang lawan bicara penuh rasa penasaran tentunya.
“Janjinya jam sembilan, Jev”.
Sang lawan bicara yang dipanggil Jev tersebut menghela nafas panjang sebelum kemudian ikut serta duduk di samping Juna.
“Cewe apa cowo?” Interogasinya masih berlanjut.
“Lanang” (Laki-laki).
“Jadi pengen juga. Threesome, ayo?” Juna tak menyahut namun ia langsung berdecak kesal seraya menatap sinis pada sang lawan bicara yang langsung terkekeh riang itu.
“Bercanda. Tapi kalo gak keberatan mau gabung, males banget pulang ke hotel gak ada hiburan. Kamar di sini juga terlanjur penuh”
“Pesen sendiri lah”
Usai mengatakan hal itu Juna langsung menenggak sisa minuman beralkohol nya dari gelas kaca yang semula hanya digoyang-goyangkannya dengan malas, sampai tandas, sebelum kemudian beranjak pergi, meninggalkan sosok Jev tanpa pamit barang sekata ataupun segestur gerakan tubuh pun.
Seraya merapikan penampilannya Juna berjalan dengan tegas, sesekali ia kan sempatkan dirinya untuk tersenyum menyapa pada beberapa rekan bisnisnya yang berpapasan dengannya.
Waktu masih baru menunjukkan pukul delapan lebih dua belas menit, laki-laki bookingan Juna jelas belum ada di kamarnya namun ia sudah tidak tahan lagi dengan suasana club yang terlihat seperti itu-itu saja.
Lantas sesampainya di kamar yang terkhusus untuknya di club malam tersebut Juna lekas mandi untuk menyegarkan tubuhnya.
Juna memesan seorang laki-laki prostitusi untuk menemaninya semalam suntuk, harga mahal sudah ia bayar, jadi mana mungkin nanti ia akan tertidur usai satu permainan berlangsung?
Karenanya ia pilih langsung mandi dengan air dingin malam ini, agar tubuhnya kembali fit dan siap bertempur sampai pagi.
️️ ️️ ️️ ️️ ️️ ️️ Disisi lain, tepatnya di pintu masuk club malam itu, Hikam baru saja menapakkan kaki mungilnya di sana, usai diantar oleh supir pribadi dari Diana, sang pemilik tempat prositusi.
Helaan nafas panjang ia buat, tubuhnya merinding seketika dan telapak tangannya yang terasa beku itu mulai bergetar kecil, detak jantungnya tiada henti bertalu-talu begitu riuh, jelas saja ia sangat panik dan tergugup saat ini.
Ini bukan kali pertamanya bertemu dengan ‘Tamu’ sebenarnya, namun ini kali pertama baginya untuk bekerja sebagaimana mestinya,
Melayani seorang laki-laki di atas ranjang, berusaha berikannya puas dalam permainan panas, serta sepenuh hati turuti segala maunya dalam aktivitas sexual, walaupun ikatan seabu-abu pasangan kekasih pun tak terjalin di antara keduanya.
Berat rasanya melangkah masuk, sebutkan namanya dengan jelas pada seorang resepsionis, lantas dituntut ke arah sebuah ruangan kamar yang kan jadi saksi bisunya melacurkan diri, akibat kejamnya cara semesta menempatkan dirinya.
Hari pertamanya bekerja kemarin berjalan dengan mudah, sebab sosok Setta tak seincipun sentuh lekuk tubuhnya.
Setta hanya minta di temani bertukar pikiran dan mengutarakan keluh kesahnya dalam hubungan berumah tangganya, seraya membawanya berkeliling pulau Dewata yang jelas sangat asing baginya sebab Hikam berasal dari luar pulau.
Sebab itulah, Hikam rasa bekerja sebagai tuna susila tak melulu tentang memuaskan sang tamu di atas ranjang.
Namun malam ini tentunya akan sangat berbeda.
Laki-laki yang kan ditemuinya ini bukanlah sosok dengan watak dan sikap keAyahan seperti Setta.
Menurut Diana umur Juna tak jauh dari Setta, Juna hanya lebih muda beberapa tahun darinya.
Namun status suami orang juga Juna sandang dan yang paling utama, Diana mengatakan jika Juna adalah hypersex, jadi jelas saja malam ini Hikam tidak akan selamat.
Usai diberi akses masuk oleh sang resepsionis Hikam langsung menyadari, jika sang tuan tengah membersihkan dirinya di dalam kamar mandi dari suara gemericik air yang menggema bersamaan dengan suara gumaman nada-nada lagu dari sang empu di dalam sana.
Hikam rasa-rasanya terlalu sungkan keluar lagi, sebab di lorong banyak pasangan yang tengah memadu kasih tanpa tahu tempat, jadi Hikam pun berinisiatif untuk menunggu sang tuan di balkon kamar ruangan itu yang kini tengah terbuka lebar hingga menampilkan pemandangan pantai lepas secara langsung.
Hikam berdiri di sana, seraya menghembuskan nafas panjang berulang kali, susah payah ia coba tenangkan dirinya, dan meyakinkan dirinya agar berlaku seprofesional mungkin malam ini, hingga sang tuan tidak perlu merasa kecewa karena dirinya.
Ini tidak akan menjadi sex pertama bagi Hikam pastinya, namun jelasnya ini adalah kali pertama untuknya berhubungan badan dengan seseorang yang jelas tak dikenalnya dengan baik.
Hikam coba tanamkan baik-baik dalam benaknya, putra tunggalnya tengah menantinya kembali, kehidupan keduanya tidak boleh berhenti begitu saja, sebagai orang tua tunggal untuk sang putra cara apapun harus Hikam lakukan agar kehidupan keduanya bisa terus berjalan.
Usai kembali menghembuskan nafas panjang, kelereng netra Hikam mulai bergerilya naik tatap lekat kanvas langit yang membentang luas tak terkira.
Kali ini tone warna langit tampak lebih pekat dari malam-malam sebelumnya, sebab para bintang-bintang tak satupun yang perlihatkan intensitas kehadirannya,
Hingga malam ini langit tampak begitu menyedihkan, sebab sang rembulan yang hampir bulat sempurna itu kini tengah kesepian seorang diri seraya berjuang keras menyelamatkan dirinya yang kan segera tenggelam di balik kepulan awan-awan kelabu secara utuh.
Debur ombak di tengah lautan bahkan terlihat begitu tragis, sebab usai terombang-ambing tak tentu arah di tengah lautan, sang ombak pun pada akhirnya langsung menghantamkan dirinya begitu kuat pada kerasnya batu karang, hingga hasilkan deburan kasar yang tampak menyakitkan.
Hembusan angin laut yang berdesir sampai ke bibir pantai turut serta terdengar merintih, seolah tengah mengadu kepada siapapun jua insannya yang sudikan rungunya tuk dengar seru pesakitannya, jika semesta ini tengah dinodai para umatnya.
Netra bulat rusa milik Hikam dengan teliti melihat segala sesuatunya yang tampak malam ini, bagaimana cara semesta yang seolah-olah turut bersedih mengiringi detik-detik kehancuran dirinya yang nyata.
Semesta bahkan dengan teganya berlaku seolah-olah ikut sertakan menjadi korban disini yang tengah merasa paling kesakitan seorang diri, padahal nampak jelas sekali jika sang penerima ketidakadilan di sini adalah dirinya, Hikam seorang.
“Mas?”
Seru Hikam dengan tubuhnya yang sedikit terlonjak terkejut, sebab rengkuhan lembut ia dapatkan dari seseorang, yang tak lain adalah Juna tentunya, Hikam sedikit berjengit sebab tubuh sang empu suhunya cukup dingin, namun nafasnya yang membelai tengkuk Hikam terasa begitu hangat.
“Masuk” Perintah sang tuan dengan tegas meskipun tidak membentaknya.
Setelah rengkuhan itu terlepas, dengan detak jantungnya yang terus berirama semakin tak karuan Hikam perlahan-lahan mulai membalikkan tubuhnya, hingga netranya dapat melihat langsung tubuh setengah telanjang sang tuan yang kini tengah berjalan masuk membelakangi dirinya.
Helaan nafas panjang lagi-lagi Hikam buat sebelum akhirnya senyuman manisnya langsung ia sunggingkan seolah semuanya akan tetap baik-baik saja, lantas dengan langkah yang teratur Hikam pun masuk kembali kedalam kamar mengikuti titah sang tuan.
Dengan penuh keyakinan Hikam mencoba terus menyemangati dirinya.
“Demi … Elion” Batinnya berseru dengan lantang.