Hevalino

pshaconne
9 min readJan 15, 2024

--

Bel tanda istirahat telah berbunyi namun pemuda bernetra bulat rusa itu tetap diam terlamun di mejanya. Apakah efek bertemu Shankara ia jadi terkontaminasi penyakit melamun juga?

“Hee. Nama lo sejak kapan jadi Hevalio? Bukannya Hevalino ya?” Tegur teman sebangkunya. Jevagino

Pemuda itu spontan menarik kesadarannya kembali. Ia menoleh ke samping kanannya dan langsung menganggukkan kepalanya jumawa. “Aiswara Hevalino” Ujarnya sangat yakin.

“Tapi …” Teman sebangkunya itu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Dengan gelagat keheranan ia berujar, “Lo salah nulis tuh ...” Tunjuknya dengan netranya yang mengarah ke kertas tugas sang empu.

“Anjir! Bisa-bisanya!” Sang empu malah terkaget sendiri melihat kelakuannya. Bisa-bisanya ia salah menuliskan namanya mana di kertas tugas dan menggunakan tinta juga.

“Lah gimana sih”. Kekehan ia dapatkan dari teman sebangkunya itu, “Lo kenapa sih dari masuk kelas gak fokus sama sekali? Lagi krisis keuangan lagi kah? Lo gak dikirimi duit ya sama bokap? Atau masalah roommate?” Tebakannya asal.

Pemuda itu, Hevalino tampak mengedipkan matanya berulang kali. Usai menutup kesalahan tulisannya dengan mistake out dan menulisnya ulang dengan benar. Sejenak ia mencoba untuk meyakinkan dirinya untuk bertanya suatu hal yang sebenarnya tidak ingin ia lontarkan. “Lo kenal Anakku Raden Karuna Shankara, gak?”

Meskipun sempat ikut terdiam sejenak Gino akhirnya menjawab “Iya kenal. Di teman sebangku adek gue Arel. Kenapa?” Tanya Gino penuh selidik. Karena selama tiga tahun ia mengenal Hevalino baru kali ini ia mendengar sang empu bertanya tentang seseorang.

“Gak papa. Tadi dia telat. Baru sekali sih yang gue tau tapi tetep dihukum sama pak Teguh” Sahutnya tanpa menjelaskan yang sebenar-benarnya ada di lamunannya sejak tadi.

“Shankara tuh …” Netra rusa Havalino langsung merekah saat mendengar nama yang mungkin menjadi panggilan sang empu. “Dia apa ya? Emm walaupun kita berdua sama-sama cowok nih. Menurut lo dia cakep gak sih?” Hevalino mengangguk kepalanya setuju. Tak bisa dipungkiri pemuda itu memang tampan. Sangat malah.

“Nah itu. Dia tuh kan cakep ya tapi bukan player, kalaupun ada yang suka sama dia sih kayaknya diem-diem aja deh. Bahkan kata Arel dia gak pernah buat asrama putri. Kontak di hp nya aja yang cewek cuma nomor adek sama mak dia. Cewek-cewek pada sungkan kayaknya mau deketin dia in romantic way. Istilahnya sih katanya - Shankara tuh terlalu baik” Gino terkekeh sendiri dengan ucapannya.

Asrama putri yang di maksud Gino sendiri adalah aksi menumpuk nomor ponsel gadis-gadis maksudnya. Hevalino pun paham akan hal itu.

“Shan itu juga, anaknya rumah ... banget. Seluruh penjual di kantin di warung beh ... sampe tukang cilok di depan gerbang yang cuma ada tiap kita pulang sekolah tuh ya, pasti kenal dia. Anaknya sopan banget ramah juga, ya intinya baik banget lah gak macem-macem. Cuma kalo prestasi ya emang agak pas KKM aja sih nilainya, kata Arel” Lanjut Gino.

“Dia ikut ekskul apaan?”. Gino melirik Hevalino sedikit aneh. “Ekhem. Dia kan tinggi tuh. Gue jadi kepikiran kalo mau rekrut dia jadi kapten basket selanjutnya. Lo tau sendiri gue udah mau purna ini” Jelas Hevalino melenceng sebenarnya. Untung saja Gino percaya.

“Coba aja. Dia belum ikut apa-apa setau gue dan selama dua tahun ini dia cuma nemenin Arel doang tiap latihan atau tanding futsal” Hevalino menganggukkan kepalanya lagi.

Shankara. Nama yang baru terdengar di rungu Hevalino. Nama yang jelas-jelas begitu asing baginya tapi entah mengapa memiliki getaran yang sangat menyenangkan di hatinya kala ia mencoba mengumamkan nya.

Hevalino langsung menelusupkan wajahnya dalam lipatan tangannya di atas meja. Sebab ia ingin tersenyum entah mengapa. Mungkin karena saat ini Hevalino tengah terbayang selalu akan senyuman hangat sang empu di dalam kelasnya tadi saat ia berkunjung.

Netra Shankara memiliki kornea yang berwarna hitam pekat dan tampak jernih pula saat terkena bias cahaya. Jadi saat sang empu menatap sesuatu rasanya langsung menghunus tajam dan memerangkapnya tanpa celah tuk berlari.

Air mukanya tampak tenang meskipun tadi ada beberapa bulir keringat yang menghiasi wajahnya yang putih sekali, hampir dekati warna pucat bahkan. Tone warna kulit Shankara seperti seorang vampir untungnya merata.

Senyuman Shankara juga sangat luar biasa, ahh …. Hevalino tidak tahu bagaimana cara menjabarkan nya. Intinya senyuman Shankara berhasil membuat Hevalino hilang kendali tubuhnya. Sampai tadi pipinya terasa menghangat saat melihat senyuman Shankara. Sialnya lagi kalau di ingat dirinya bahkan sampai hampir menabrak daun pintu kelas sang empu sebab emmm … salah tingkah, kah? Saat dapat melihat gigi taring Shankara yang muncul dan langsung menarik perhatiannya.

Entahlah perasaan apa itu sebenernya. Hevalino tidak dapat memahami dirinya sendiri saat ini. Namun sangat jelas sekali, jika di hati dan pikirannya ia ingin melihat senyuman Shankara diwaktu yang lebih lama lagi. Jika bisa seumur hidupnya?

Karena seumur hidup adalah batas waktu yang paling lama di dunia ini.

Saat ini Hevalino dan Gino telah beranjak dari kelasnya. Keduanya berjalan beriringan ke kantin untuk mengisi perut mereka. Dengan Gino yang berjalan terfokus pada ponselnya sedangkan Hevalino sibuk celingukan, ia mencoba menemukan sosok Shankara. Kali saja semesta mendukungnya dan mempertemukan keduanya kembali.

“Kak Jev!” Langkah keduanya terhenti di area pintu masuk kantin saat Arelion, adik sepupu Gino itu menghampiri keduanya. “Gue gabung sama kalian ya?” Ujarnya saat telah berhasil mencapai tempat keduanya.

“Shan kemana emang?” Tanya Gino. Hevalino sendiri sebenarnya sama penasaran. Namun ia berusaha menahan dirinya agar tak ikut serta bertanya.

“Remed. pefff!” Arelion berusaha menahan tawanya. “Dia aneh banget dari jam pelajaran pertama ngelamun mulu. Jadi remed deh di pelajaran pak Agus. Mana sendirian lagi dia. Aduh asli dah, apes banget dia hari ini. Tadi pagi telat sendirian di hukum pun sendirian. Lah sekarang remed juga sendirian” Arelion terkekeh dan Gino pun sama. Sedangkan Hevalino malah murung mendengarnya.

“Gak aneh sih. Tuh anak kan emang hobby nya begitu, Ree. Ngelamun mulu” Ujar Gino.

“Dah lah yuk pesen makan. Gue harus beliin dia juga ini sebelum bel masuk”. Ketiganya pun serempak masuk kedalam kantin. Arelion dan Hevalino langsung mencari tempat kosong sedangkan Gino bertugas memesan.

“Kak Hee, masih butuh roommate gak?” Arelion membuka percakapan saat keduanya telah duduk di salah satu meja di pojok kantin. Sebenarnya keduanya tidak terlalu kenal dekat tapi dari pada diam-diam dan terlihat canggung Arelion pun mencoba membuka topik pembicaraan akhirnya. Kebetulan dia juga ingin menayangkan hal itu juga sebenarnya.

“Masih … tapi gak terlalu maksain sih. Toh bentar lagi udah mulai les. Jadi kayaknya gak bisa deh ngurus orang”. Arelion menganggukkan kepalanya paham. Namun di hatinya ia lumayan merasa sedih.

“Nih minumannya dulu” Gino datang membawa minuman untuk ketiganya. Lantas kembali pergi untuk mengambil makanan mereka yang masih belum selesai di sajikan.

Keduanya kembali diam. Hanya ada riuh suara siswa-siswi yang bercengkrama di sekitar mereka. Tak ada lagi yang mencoba untuk membangun percakapan. Apalagi Hevalino, yang memang dasarnya cukup pendiam jadi jelas ia tidak akan berusaha mencari topik sama sekali. Hevalino malah sibuk mengaduk-aduk minuman dinginnya sebelum kemudian meminumnya dari sedotan.

“Padahal gue udah bilang sama Shankara kalo lo butuh roommate. Dan dia juga udah mau lagi. Aishh kak?!” Arelion memekik terkejut saat Hevalino menyemburkan minuman yang ada di dalam mulutnya ke arahnya hingga mengenai lengannya yang sengaja ia letakkan di atas meja.

“Maaf. Maaf!” Ucap Hevalino sambil terbatuk-batuk. Meskipun merasa sedikit kesal namun Arelion tetap mengambil tissue untuk dirinya sendiri pun untuk Hevalino.

“Maaf, Ree. Sumpah gue gak sengaja. Dingin banget minumannya” Alasannya. Arelion tak ayal seperti Gino sama mudah percayanya untungnya.

“Iya gak papa kak. Mangkanya jangan ngelamun. Kaya Shan aja kakak nih” Arelion terkekeh sambil membersihkan meja dan lengannya menggunakan tissue. Ia tidak menyadari jika Hevalino menatapnya penuh minat kali ini.

“Emm … kalo - kalo temen lo emang butuh banget. Gue, ya oke aja sih” Ucap Hevalino gagu sebab ia tak berpikir panjang.

Wajah Arelion langsung menunjukkan adanya semangat membara di sana. “Yang bener kak? Tapi Shan tuh anaknya beban banget tau. Dia bener-bener bayi. Gak bisa masak sama sekali. Cuci baju aja dia gak tau. Apalagi nyetrika, yang ada gosong bisa-bisa bajunya” Arelion lebih dulu menjatuhkan nama Shankara agar ekspektasi Hevalino tidak terlalu tinggi pada temannya itu.

Meskipun terlalu lebay sebenarnya. Karena Shankara sendiri bisa memasak meskipun cuma goreng lauk kecuali telur dan ikan. Ia juga bisa merebus mie instan. Dan untuk urusan bersih-bersih juga sama Shankara masih bisa menyapu dan cuci piring. Di rumahnya pun jika mbak yang bekerja sakit dan absen bekerja, dia sering membantu Ibu nya untuk merendam cucian dan menjamurnya juga. Kecuali menyetrika dia memang nol besar di poin itu.

“Aman kok kalo sama gue soal itu”

“Dia kalo sakit manja kak. Suka minta yang aneh-aneh. Gak bisa minum obat kecuali di gerus di sendok dulu. Dia juga kalo tidur selalu shirtless plus suka meluk-meluk. Di kos kakak pasti satu kasur doang kan? Apa kakak gak risih?” Arelion tetap teguh menjatuhkan nama Shankara di hadapan Hevalino.

“Okey ... Aman” Sahut Hevalino mulai sedikit ragu sebenarnya.

“Dia juga suka ngeletakin barang sembarangan. Apalagi handuk basah. Biasanya dia tinggal di atas kasur. Dia juga suka ninggalin centong nasi di dalem rice cooker” Lihatlah Shankara betapa tidak bergunanya dirimu di cerita sahabat karib mu ini.

“Ekhem. Okey …” Hevalino meminum es tehnya tanpa sedotan kali ini. Sungguh tenggorokannya terasa semakin kering saat mendengar cercah Arelion tentang Shankara. Namun hanya ada satu hal di benaknya saat ini. “Kok lo bisa tau semua kebiasaan dia?” Ada perasaan tak nyaman di hati Hevalino menyadari hal itu.

“Iyalah. Gue kan udah lama temenan sama dia. Sering nginep juga di rumahnya. Dan gue tau itu semua dari mak dia sih” Arelion terkekeh senang melihat Gino akhirnya datang juga dengan tiga mangkok mie ayam di nampan yang dibawanya. Ia tidak menyadari jika raut wajah Hevalino yang tampak seperti orang yang tengah … cemburu?

“Bahas apaan, kok gue gak di ajak?” Gino bertanya sambil mengaduk-aduk mie ayamnya.

“Ini kak. Shankara kan mau kos gue tawarin tadi biar sama kak Hee aja. Lagian lo tau sendiri kan kaya yang gue sering ceritain kalo Shan tuh bayi banget buat ngurusin dirinya sendiri”. Gino tidak menyahut ia hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Tak ada percakapan lagi selanjutnya. Keduanya kini sibuk dengan makanan mereka tanpa menyadari air muka Hevalino yang semakin keruh. Mendengar fakta jika ada banyak kesempatan yang Arelion lakukan untuk membawa serta nama Shankara di dalam ceritanya, selalu.

Pikiran dan hati Hevalino mendadak merasa gelisah dan jelas tak nyaman sama sekali. Ada perasaan yang tidak menyenangkan baginya. Ia tidak tahu apa itu. Tapi jelas ia sangat tidak menyukainya.

Meskipun suasana hatinya memburuk tapi Hevalino bergabung dengan Gino dan Arelion untuk menikmati makan siangnya. Masih dengan hati yang tak enak rasa sampai ia tak minat menghabiskan mie ayamnya yang masih tersisa banyak sebenarnya.

“Balik yuk” Ujar Gino saat ketiganya berhasil menyelesaikan makan siang mereka. Kecuali Hevalino.

Arelion yang tengah minum menjulurkan tangan kanannya. Ia menghentikan Gino dan Hevalino yang hendak bangkit dari posisinya. “Tunggu dulu kak. Jadi gimana nih. Mau gak?” Tanya Arelion usai menyelesaikan kegiatan minumnya.

“Apanya?” Tanya Gino. Jujur Hevalino malas berbicara dengan Arelion. Jadi biarlah Gino saja yang bersuara.

“Lah, itu kak Hee. Mau gak nerima Shankara jadi roommate nya?”

Sebab Hevalino diam mematung di tempatnya Gino pun menyenggol lengan kiri sang empu. Lantas menggerakkan dagunya untuk memastikan apa yang adik sepupunya itu tanyakan saat netra Hevalino melirik ke arahnya.

“Kalo gak sanggup gak papa kak. Nanti gue bilang baik-baik deh sama Shankara kok” Tawar Arelion yang melihat Hevalino masih tetap tak bergeming.

“Ekhem. Mau kok, nanti suruh chat gue aja kalo emang serius mau kos anaknya” Sahut Hevalino sebelum kembali ke kelasnya bersama Gino.

Sesampainya di kelas Hevalino kembali melamun. Gino yang melihatnya pun langsung mendesah lelah penuh keheranan, kira-kira apalagi yang anak itu pikiran kali ini? Tak biasanya ia akan bertingkah laku seperti ini. Bagi Gino ini adalah hal baru yang ia temui di Hevalino selama tiga tahun mengenal nya.

Di sisi lain, jujur saja Hevalino saat ini tengah merasa murung usai menemukan fakta betapa dekatnya Arelion dan Shankara selama ini. Meskipun tak dapat dipungkiri jika keduanya adalah sahabat sejak lama. Jadi jelas saja pasti keduanya sama-sama mengenal baik diri satu sama lain. Tak ayal seperti dirinya dan Gino juga.

Tapi entah mengapa ada emosi yang tak dapat Hevalino jabarkan saat ini. Seperti ada rasa marah dan iri juga di hatinya. Ia pun menghela nafas panjang sambil memejamkan netranya pun memijat dahinya yang berdenyut nyeri saat memikirkan hal yang tak jelas itu.

Ada apa Hevalino? Kau kenapa? Tanya nya pada dirinya sendiri.

Hevalino sungguh tidak dapat memahami perasaannya sendiri yang mendadak seperti emmm .. seorang kekasih yang tengah di landa kecemburuan saat ini. Dengan cepat Hevalino menggelengkan kepalanya berusaha menolak. Mana mungkin ia merasakan hal itu? Apalagi di sini sosoknya dan Shankara pun Arelion adalah seorang laki-laki. Gender mereka pun sama. Jadi kenapa harus ada perasaan seperti itu? Tidak mungkin kan dia …

“Lo suka sama Shankara?” Todong Gino tanpa aba-aba. Hevalino langsung menoleh kepadanya dengan air muka yang keruh. Apa-apaan itu, pikirnya.

“Ck. Lo dari pagi jadi aneh abis ketemu Shankara. Gak mungkin kan lo suka sama dia?” Tanya Gino memastikan sekali lagi.

Hevalino hanya mendesah lelah mendengar ucapan Gino. Mana mungkin ia menyukai Shankara? Logikanya juga, keduanya kan sama-sama laki-laki. Aneh!

“Gak usah ngelirik gitu. Makin jelek muka lo!” Candaan Gino sambil meraup wajah Hevalino dengan telapak tangannya.

“Males interaksi sama lo gue!”. Gino terkekeh kecil mendengarnya. Dan Havalino pun langsung menelusupkan wajahnya pada lipatan tangannya di meja. Ia terdengar menghela nafas beberapa kali sambil memejamkan matanya. Belum ada guru yang masuk ia bebas menata pikirannya sejenak.

Apakah benar ia menyukai Shankara? Tanya Hevalino pada dirinya sendiri.

--

--

pshaconne
pshaconne

Written by pshaconne

love yourself or let me loving you better than anyone.

No responses yet