Heeseung kini tengah berdiri di balkon kamarnya sembari mengusap-usap perut buncitnya yang baru memasuki bulan kelima pada masa kehamilannya. Ia menatap penuh kerinduan pada kemerlip bintang di kanvas hitam langit. Bibirnya terkatup namun ia terus bersenandung dengan ritme penuh ketenangan bagi siapapun yang mendengarnya.
Netra bambi Heeseung yang begitu bulat jernih kini tampak berembun. Pandangannya sepersekian detik berubah menjadi sendu sebab hatinya bergetar. Ia benar-benar merasa tersiksa sebab kerinduan.
“Sunghoon. Kata Sunoo … sebelum kau jatuh cinta dan memilih menikah muda dengannya, kau sempat terpuruk sebab kehilangan cinta pertamamu” Monolog Heeseung sembari terus menatap ke arah bintang-bintang di langit.
“Apa … kau sudah bertemu dengannya sekarang? Atau kalian sudah lama bertemu dan kembali bersama?” Heeseung terkekeh kecil seolah ia tengah berbahagia. Namun jauh di dalam lubuk hatinya ia masih menyimpan luka lara sebab kehilangan sosok sang jelita.
“Park Jongseong. Apa dia menemuimu di sana? Apa dia memelukmu dengan erat? Apa dia membalas ciumanmu? Apa dia …” Heeseung tak sanggup melanjutkan ucapannya sebab air matanya lebih dulu berlinang dengan derasnya sampai bibirnya bergetar sebab menahan tangisannya.
“Aku tidak tahu jika kau begitu mencintai mendiang adik sambung ku, Sunghoon. Pantas saja, kau begitu menjaga ku setelah kepergiannya” Heeseung pada akhirnya tak lagi sanggup menahan tangisannya sampai ia mulai terisak saat mengingat kembali kebersamaan mereka bertiga di masa lalu. Saat, bagaimana Sunghoon dan Jongseong yang selalu berada disisinya, memberinya kebahagiaan serta menjaga dirinya dengan baik, sebab dahulu Heeseung punya fisik yang begitu lemah.
Pertengkaran yang undang tawa dari Jongseong dan Sunghoon selalu berhasil membuat Heeseung merasa bersyukur memiliki keduanya dalam hidupnya yang hampa tanpa perlu lagi memikirkan banyaknya rasa sakit yang diberikan oleh semesta.
Heeseung juga sempat terpuruk saat Jongseong pergi untuk selamanya, namun hanya sebentar, sebab Sunghoon selalu ada disisinya.
Sang jelita dahulu selalu tersenyum hangat untuknya dan selalu memulai candaan serta membawa cerita-cerita yang mengagumkan sampai Heeseung lupa akan lukanya, lantas ia memilih ikhlas untuk melepaskan kepergian adik sambungnya, yang pulang ke rumah tuhan sebab tertabrak mobil saat pulang sekolah.
Yang Heeseung ketahui, Sunghoon adalah sosok yang ceria, sosok yang begitu cerah dan selalu membawa aura positif pada orang-orang di sekitarnya. Namun nyatanya sosok tersebut hanyalah manusia biasa yang berusaha kuat dan begitu pandai mengenakan topeng palsunya di dunia ini.
Lukanya Sunghoon nikmati sendiri. Kedua tangannya yang sudah rapuh bahkan masih sempat ia gunakan untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi. Senyuman hangat dan manisnya nyatanya palsu. Tawa riangnya nyatanya hanya pengalihan. Bahkan air matanya yang berlinang nyatanya bukan air mata haru tapi luka lara yang dengan baik ia sembunyikan.
“Jongie. Tolong, tolong peluk Hoonie dengan erat ya. Jangan tinggalkan dia lagi. Jangan buat dia menangis lagi. Aku yakin, sekarang kalian pasti sudah bersama” Heeseung semakin terisak.
“Terimakasih, sebab kalian berdua telah memberikanku banyak kebahagiaan dan juga kalian telah menjagaku dengan baik. Aku … aku tidak pernah merasakan sakit saat bersama kalian. Kalian tidak pernah menyakitiku, kecuali saat kepergian kalian …” Heeseung menghela nafas panjang sebelum kembali bermonolog.
“Aku - aku harap kalian berbahagia selalu di sana. Sekarang, kalian sudah ada di keabadian. Tidak akan ada yang bisa memisahkan kalian lagi. Maaf aku tidak bisa membalas banyak atas kebaikan kalian. Namun untukmu Jongseong … aku akan mengikhlaskan kepergian Sunghoon untuk menemui. Dan untukmu Sunghoon … aku sudah mencintai Sunoo dengan benar sesuai permintaanmu. Jadi … aku harap kalian berdua tidak lagi memikirkan urusan duniawi. Berbahagialah selalu kalian berdua, di keabadian”. Heeseung kembali menangis sampai hampir sesegukan namun tak lama kemudian ia segera mengehentikan tangisannya serta menghapus air matanya yang membasahi pipi gembil nya, saat ia mendengar deru suara mesin mobil suaminya yang telah memasuki pekarangan rumah mereka.
Heeseung lagi-lagi menghela nafas panjang sebelum kemudian beranjak dari balkon dan hendak menyambut kedatangan Sunoo.
Saat pintu kamar terbuka Heeseung langsung memeluk tubuh Sunoo, suaminya dengan begitu erat. Sampai sang empu hampir terhuyung ke belakang.
“Lama” Cicit Heeseung sambil menduselkan hidung bangirnya di ceruk leher suaminya. Sang empu terkekeh geli sambil mengusap-usap punggung sempit Heeseung dengan lembut.
“Jangan terlalu erat sayang. Nanti baby bee bisa sesak nafas” Peringat Sunoo. Sebab saat ini Heeseung tengah mengandung anak kedua mereka.
“Kenapa lama sekali, tidak biasanya kau pulang terlambat” Heeseung melonggarkan pelukannya dan menatap kesal pada suaminya.
“Tadi aku sempat merenung” Akunya. “Aku … sekarang aku sudah mengikhlaskan kepergian Sunghoon. Dan aku akan fokus hidup di dunia ini bersama kalian. Kau, Solon dan baby bee kita sayang” Ucap Sunoo dengan tulus. Kemudian ia mengecup sayang dahi Heeseung dengan cukup lama. Saat ia melepaskan kecupannya di tatapnya penuh cinta wajah ayu Heeseung yang selalu mampu menenangkan gundah gulana nya.
Dalam hatinya Sunoo berjanji dengan bersungguh-sungguh pada dirinya sendiri. Jika Ia tidak akan mengulangi kesalahannya di masa lalu. Ia tidak akan mengabaikan kondisi Heeseung seperti ia dahulu mengabaikan kondisi Sunghoon. Ia tidak akan lagi terpuruk sendiri dan membiarkan orang yang tulus bersamanya pergi sebab kebodohannya.
Walaupun Sunoo bukan cinta pertama Sunghoon, namun Sunghoon adalah cinta pertama Sunoo. Perasaan Sunoo mungkin tidak akan pernah berubah pada Sunghoon meskipun sakit ia rasakan, saat Dokter Shim mengungkapkan kebenaran. Jika nyatanya cinta Sunghoon sudah habis untuk sosok yang bernama Jongseong, adik sambung Heeseung yang telah tiada. Dan menikah dengan Sunoo, hanyalah proses Sunghoon untuk tetap melanjutkan hidupnya yang nyatanya telah lama hampa. Meski jelas itu adalah hal yang tidak benar, namun Sunoo telah menerima semuanya dengan ikhlas.
Sunoo tidak menyimpan dendam dan tidak lagi memberatkan kepergian Sunghoon, ia benar-benar memilih ikhlas dan mencoba hidup dengan baik bersama sosok Heeseung yang kini mulai ia cintai dengan kesungguhan.
Seperti janjinya pada Sunghoon, ia akan mencintai sosok Heeseung dengan benar mulai saat ini. Ia tidak akan menyia-nyiakan Heeseung sebab terpuruk pada masa lalunya dimana sosok Sunghoon pernah menemani hari-harinya menjadi pendampingnya dan selalu mendukung segala upayanya.
Heeseung tidak pernah menggantikan sosok Sunghoon. Keduanya adalah dua yang jelas beda. Sunoo tidak akan munafik, ia mengakui jika ia mencintai keduanya. Meski Sunghoon dominan memberikannya luka sebab kebohongan-kebohongan nya.
Namun berkat Sunghoon juga, Sunoo akhirnya bertemu dengan Heeseung, sosok yang selalu memberinya banyak rasa bahagia di masa ini. Apalagi saat anak pertama mereka lahir kedunia. Anak yang Sunoo kira hadir sebab keinginan Sunghoon untuk mempunyai momongan dahulu. Bahkan nama anak itu sudah jauh hari Sunghoon titipkan padanya. Nyatanya lewat anak itu adalah cara Sunghoon untuk menyatukan keduanya. Heeseung, sahabat yang ia anggap saudaranya sendiri dengan Sunoo, laki-laki baik yang pernah menjadi alasan Sunghoon terus melanjutkannya hidupnya.
Sekarang anak itu, Solon hadir sebagai pelengkap dalam rumah tangga Sunoo dengan Heeseung, apalagi saat cintanya untuk Heeseung mulai tumbuh dengan baik sampai saat ini.
Selain sebab permintaan Sunghoon, Sunoo bisa mencintai Heeseung karena itu diri Heeseung sendiri. Bukan sebagai sosok pengganti Sunghoon.
“Aku juga sudah mengikhlaskan kepergiannya. Aku harap tuhan mempertemukannya dengan Jongseong dan tidak akan pernah memisahkan mereka lagi”. Sunoo tersenyum hangat saat dengar penuturan Heeseung.
“Sayang … aku mencintaimu”. Heeseung tertegun sejenak sebab selama enam tahun pernikahan mereka, Sunoo tidak pernah mengucapkan kalimat tersebut secara langsung.
“Sunoo … kau yakin?”
“Heeseung. Jujur, kini aku mencintaimu dan masih mencintai Sunghoon juga. Itu tidak mungkin berubah rasanya. Namun, aku sudah mengikhlaskan kepergian Sunghoon, dia cinta di masa lalu ku. Dan saat ini aku hidup di dunia ini di masa ini, aku hidup bersamamu. Cintaku yang nyata di dunia ini untuk dirimu. Jadi mulai hari ini aku akan mencintaimu dengan benar. Aku akan menjagamu sebagaimana mestinya. Heeseung maaf, maafkan aku yang membutuhkan waktu sampai enam tahun lamanya untuk membalas perasaanmu. Maaf membuatmu menunggu lama, sayang”
Heeseung terdiam dengan air matanya yang berlinang haru penuh kebahagiaan. Segera ia menyelinap dalam rengkuhan hangat suaminya kembali. Masih erat seperti sebelumnya namun kini ia berusaha membuat sedikit ruang untuk perut buncitnya, agar bayi didalam kandungannya tidak terhimpit.
“Heeseung, aku mencintaimu” Ucap Sunoo sekali lagi.
“Aku juga mencintaimu, Sunoo” Heeseung membalas pengakuan Sunoo sembari sedikit terisak. Sungguh ia merasa sangat bahagia saat ini. Akhirnya rasa cintanya Sunoo balas. Buah kesabarannya kini bisa ia nikmati dengan tenang.
“Sayang …” Sunoo melonggarkan dekapannya lantas menyentuh kedua bahu Heeseung agar ada jarak di antara mereka, namun tidak terlalu jauh. Ditatapnya penuh cinta sang ayu yang dengan tulus menantinya dengan penuh kesabaran. Ditatapnya penuh sayang, dia yang selalu setia bersamanya tanpa eluhan. Ditatapnya penuh kasih, dia yang kini menjadi pasangan hidupnya, untuk menghabiskan sisa hidupnya di semesta ini.
Tatapan keduanya saling mengunci satu sama lain. Jabarkan cinta tanpa kata. Siratkan kasih tanpa penuturan. Dan ungkapkan sayang tanpa tindakan. Lantas usai jemari Sunoo menghapus linangan air mata sang ayu di kecupnya bibir ranum Heeseung yang kini jadi candunya. Dilumatnya penuh kelembutan. Disesapnya penuh kehati-hatian.