Tiga ;

pshaconne
4 min readFeb 19, 2024

--

The original pic from pshaconne

Langkah kakinya terasa seperti tengah terseok-seok acap kali dibawanya melangkah. Beban di kedua pundaknya bahkan kini kian terasa memberat. Hatinya juga tengah merana dan gundah gulana pun pikirannya penuh kegelisahan tanpa ruang sedikitpun tuk bergerak dan raih ketenangan.

Lagipula sosok yang berperan sebagai seorang ibu yang mana yang sanggup meninggalkan anaknya yang kondisinya sedang tidak baik-baik saja?

Namun semesta nyatanya bener-bener tak iba sama sekali hingga tak beri sang jelita kesempatan untuk mempergunakan kedua kakinya melangkah melawan arah dan berlari menjauh dari kenyataan pelik ini tuk beri rengkuhan pada raga buah hatinya yang tengah menimang lara.

Dengan rasa keterpaksaan yang besar sang jelita harus bersusah payah menyanggah seluruh beban tubuhnya dengan kedua kaki mungilnya yang jelas tak sanggup sama sekali sebenarnya, agar tetap dapat berdiri dengan tegap bak batu karang yang tak gentar di hantam debur ombak di tengah lautan lepas. Belum lagi sang jelita juga harus bersusah payah tuk tetap sunggingkan senyuman hangat dan manisnya. Tak lupa ia jaga juga tutur ucapnya dari intonasi nadanya pun pada pemilihan kata.

Wajahnya kini tampak sangat polos tanpa polesan make-up apapun. Sebab ia terlalu buru-buru ditarik menjauh dari wilayah ter-amannya.

Namun hal itu tidak akan menjadi masalah dan tak akan bisa menunjukkan wajah aslinya yang tengah gelisah penuh kesedihan, sebab topeng sang jelita cukup tebal untuk menutupi luka lara nya.

“Mas Yayan masih antar istrinya ke bandara. Jadi kamu sama pak Regi dulu” Hikam menganggukkan kepalanya patuh pada ucapan sang mucikari yang tak berhati itu.

“Sekali lagi aku ingatkan. Jaga tutur ucap sama tingkah lakumu. Kali ini jangan terlalu binal, Pak Regi bener-bener kasar orangnya” Lagi-lagi Hikam hanya menganggukkan kepalanya. Ia sangat enggan bersuara sebab pikirannya masih tak bisa ia alihkan dari sosok sang buah hati.

“Itu orangnya” Mendengar instruksi dari Diana sang jelita pun langsung tanggap.

Hikam langsung kembangkan senyuman hangat dan manisnya ke arah seorang pria yang jujur saja dia benar-benar tampak menakutkan baginya.

“Dia?” Hikam sedikit merinding mendengar suara pria itu. Terdengar sangat berat dan tegas.

Setelah Diana mengenalkan sosok Hikam dengan lebih jelas, Pria bernama Regi itu pun langsung mengulurkan telapak tangan kanannya ke arah Hikam yang langsung disambut ramah oleh jemari mungil Hikam yang kini benar-benar tenggelam dalam genggaman pria itu.

Setelahnya Hikam pun langsung menurutinya. Mengikuti langkah kaki tuannya yang membawanya masuk ke dalam lift yang diketahuinya hendak menuju lantai paling atas di gedung tersebut.

Genggaman tangan keduanya telah terlepas. Sang tuan kembali sibuk dengan ponselnya seolah acuh-tak acuh pada intensitas keberadaan sang jelita.

“Ada beberapa peraturan yang gak boleh kamu lakukan” Hikam sedikit berjengit mendengar sang tuan yang jelasnya tengah berbicara kepadanya.

“Jangan tinggalin tanda apapun di tubuh saya. Jangan ngeluh. Dan jangan mencium saya lebih dulu. Paham?”. Meskipun ketakutan setengah mati namun Hikam tetap berusaha keras menjawabnya dengan tenang

“Paham … mas” Hikam sedikit ragu sebenarnya memanggil sosok Regi dengan panggilan tersebut. Namun ia juga buntu tak dapatkan petunjuk apapun harus memanggil sang tuan dengan cara bagaimana.

Saat lift telah berhenti bergerak dan pintunya kembali terbuka lebar keduanya pun langsung melangkah keluar lalu kembali masuk kedalam sebuah ruangan yang tampak nya seperti sebuah ruang kamar pribadi yang bahkan memang hanya satu-satunya di sana.

“Mandi yang bersih” Ucap sang tuan yang membuat Hikam sedikit kebingungan.

“Saya mau aroma kamu menghilang sepenuhnya” Hikam lantas menerima sebuah paper bag kecil dari sang tuan. “Pakai sabun itu dan semprotkan parfume nya keseluruhan badan kamu”. Hikam hanya menganggukkan kepalanya pasrah. Kendati hatinya ingin bertanya namun nyalinya benar-benar tiada sama sekali.

Akan tetapi tanpa disangkanya sang tuan malah menjelaskan lebih dulu maksud dan tujuannya yang sebenarnya. “Itu sabun dan parfume yang selalu istri saya gunakan” Pikir Hikam sang tuan sedang main aman.

Namun siapa sangka jika kalimat selanjutnya yang sang tuan ucapkan malah membuat Hikam kembali merasakan luka lara milik orang lain yang tak semestinya ia rasakan. “Istri saya sudah meninggal, lima tahun lalu. Saya rindu sama dia, tiap sudah kaya gini ya … saya selalu sewa anak-anak Diana. Saya tertarik sama kamu karena kamu mirip sama Joana katanya. Lemah lembut” Jelasnya. Ada luka menganga yang tak kasat mata. Namun begitu terasa mematikan bagi sang tuan.

Melihat sang tuan yang sepertinya tak lagi ingin berbicara dengannya, maka dengan segera Hikam mempersiapkan dirinya. Seraya dengan hal itu Hikam pun kembali memfokuskan dirinya. Sejenak ia kan lupakan sosok Elion yang memenuhi pikirannya. Agar pekerjaannya segera selesai dan ia bisa segera merawat sang buah hati, itu.

“Hah … semangat, Hikam” Monolog nya seorang diri seraya menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

--

--

pshaconne
pshaconne

Written by pshaconne

love yourself or let me loving you better than anyone.

No responses yet